Menyoal Kata “Cie”
SAYA tidak
tau harus memulai tulisan ini dari mana. Apalagi dengan judul yang seperti di
atas (cie). Sudah lama kata yang diawali oleh huruf konsonan (c) dan disusul
dua huruf vokal (ie) memenuhi setiap percakapan, baik obrolan di meja maupun
obrolan di dunia maya.
Namun, hingga hari ini saya masih belum tahu dari mana asal kata tersebut. Siapa orang pertama kali yang mempopulerkannya. Tiba-tiba saja kata itu sudah begitu melekat dan seakan maknanyapun mudah dimengerti tanpa perlu dijelaskan lagi. Ah, ini kan persoalan sepele yang tak perlu ditanggapi terlalu serius.
Namun, hingga hari ini saya masih belum tahu dari mana asal kata tersebut. Siapa orang pertama kali yang mempopulerkannya. Tiba-tiba saja kata itu sudah begitu melekat dan seakan maknanyapun mudah dimengerti tanpa perlu dijelaskan lagi. Ah, ini kan persoalan sepele yang tak perlu ditanggapi terlalu serius.
Baiklah,
keputusan menuliskan ini dimulai oleh percakapan saya dengan Mbak Halimah
Garnasih di dunia maya. Percakapan itu terjadi saat saya menulis tentang masa
orientasi mahasiswa baru. Tulisan itu hadir lantaran kegelisahan saya pribadi
ketika membaca beberapa portal berita yang di dalamnya memuat beberapa
kejadian, dan cenderung mencoreng image baik dunia pendidikan.
Kekerasan senior terhadap mahasiswa baru (maba), dari fisik, mental hingga seksual menjadi sajian hangat di dunia pemberitaan. Singkatnya pengenalan mahasiswa baru terhadap lingkungan kampus keluar dari unsur kemanusiaan.
Kekerasan senior terhadap mahasiswa baru (maba), dari fisik, mental hingga seksual menjadi sajian hangat di dunia pemberitaan. Singkatnya pengenalan mahasiswa baru terhadap lingkungan kampus keluar dari unsur kemanusiaan.
Selanjutnya
Mbak Halimah Garnasih mengomentari tulisan saya itu dengan kata
"cie". Serius, pada saat itu saya berpikir agak lama untuk memahami
maksut komentar yang ditulisnya. Karena setahu saya kata itu biasanya digunakan
sebagai bentuk sindiran. Atau lebih tepat untuk menciutkan bahkan melemahkan
mental seseorang yang sedang berada pada puncak percaya diri.
Dan lagi, hal itu sering digunakan dalam konteks bercanda serta urusan perasaan biasanya sangat dominan. Gagal paham saya seketika itu pula. Jujur, balasan komentar yang saya tulis hanya karena ketidakpahaman saya.
Dan lagi, hal itu sering digunakan dalam konteks bercanda serta urusan perasaan biasanya sangat dominan. Gagal paham saya seketika itu pula. Jujur, balasan komentar yang saya tulis hanya karena ketidakpahaman saya.
Lantas jika
memang keberadaan seperti itu. Pentingkah untuk dicarikan titik terangnya? Saya
yakin kebanyakan orang akan bilang tidak penting. Karena bagaimanapun juga kata
cie tidak akan pernah ada dalam aturan bahasa baku kita, bahasa Indonesia.
Apalagi sampai pada tataran Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Mau dibolak-balik
sampai tercecer setiap lembarnya, kata cie tidak akan kita temukan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maupun kamus ilmiah populer.
Tapi
kebenaran dan cara penggunaan kata cie sudah sangat menyatu dengan masyarakat
Indonesia, tak terkecuali saya sendiri. Bagaimanapun juga, saya bisa dibilang
orang yang sering menggunakannya. Terutama dalam obrolan dari meja ke meja.
Tapi kata itu sering saya gunakan sebagai bentuk reflektif untuk menanggapi
seseorang yang melakukan sesuatu dan cenderung disembunyikan. Apalagi persoalan
perasaan, sudah barang tentu komentar menggunakan kata cie sangat efisien dan
tak perlu menghabiskan banyak kosa kata. Dengan kata pendek tersebut, lawan
kita akan kehilangan keseimbangan atau ciut seketika. Karena kartu AS-nya
dibuka.
Akhirnya,
saya memutuskan untuk menanyakan kepada beberapa orang. Tujuannya sederhana,
saya hanya ingin mendapatkan arti kata itu dari berbagai pandangan. Meskipun
saya sadar, bahwa apa yang saya lakukan sangat tidak penting untuk diberikan
tanggapan. Dan kalaupun ditanggapi juga tidak serta merta bisa dikatakan tidak
ada kerjaan. Keduanya pilihan, memberi tanggapan atau tidak sama-sama mempunyai
sisi pembelajaran dan kekonyolan.
Dari
pertanyaan yang saya ajukan, ada delapan orang mencoba merespon dan memberikan
jawaban. Serius tidaknya tanggapan itu, tidak persoalan. Yang terpenting ada
tanggapan. Bagi saya sudah cukup meskipun tentu tidak akan memuaskan.
Bagaimanpun, lagi-lagi ini hanya persoalan sepele yang tak penting dibahas.
Dari orang pertama, kata cie diartikan sebagai ungkapan kepada lawan bicara
agar lebih responsif, tepatnya untuk menyudutkan. Sederhana sekali, untuk
menyudutkan orang lain kita tinggal bilang cie sudah cukup. Kira-kira begitu
yang dimaksud dari arti pertama ini.
Jawaban kedua
dan ketiga lebih pada porsi relatif. Kedua, tergantung psikologis. Kalau lagi
senang, kata cie bisa berarti ngece, godain bahkan menghina. Tapi kalau lagi
sedih, bisa jadi cemburu, iri dan semacamnya. Sedangkan yang ketiga, tergantung
pada orang yang mengatakan. Kata cie tidak bisa diartikan secara tekstual.
Karena kata tersebut memungkinkan keragaman arti. Singkatnya, untuk mengartikan
kata cie harus melihat siapa yang bilang dan dalam kondisi seperti apa.
Keempat, kata
cie diartikan sebuah ekspresi buat seseorang yang merasakan sesuatu di luar
kesadaran. Sepertinya makna yang keempat ini kurang begitu mengena. Acuannya
jelas, secara intonasi saja kata cie memang lebih kepada sindirian dan
cenderung memojokkan. Jika dipraktikkan, kalau seseorang sedang melakukan
sesuatu di luar kesadaran. Maka ekspresi yang benar adalah mengakatakan cie
sudah terwakilkan.
Makna kelima
yang saya dapat dari salah satu teman sangat simple sekali. Ya, kata cie
tersebut diartikan cemburu. Terlepas ini aneh atau tidak. Yang jelas ini nyata,
bahwa ada orang yang menyamakan kata cie dengan cemburu. Coba kita bayangkan,
kalau ada orang cemburu lalu dia akan berkata cie. Mungkin tidak terlalu lucu,
tapi potensi untuk melahirkan tawa pasti ada.
Selanjutnya
makna yang saya dapatkan dari orang keenam yang memberikan tanggapan. Keenam
ini sangat berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Karena orang keenam ini
mengartikan kata cie sebagai ungkapan iri, bisa jadi karena kurang mampu. Bisa
kita bayangkan lagi, kalau kita iri pada seseorang dan kita tidak mampu
melakukan hal yang sama. Maka untuk mengekspresikan keberadan kita itu dengan
mengeluarkan kata cie. Mendengarkan yang seperti ini adalah hak anda untuk
memustukan tertawa atau tidak.
Makna
selanjutnya sama dengan makna kedua dan ketiga, sama-sama bersifat relatif.
Orang ketujuh yang memberikan tanggapan mengartikan kata cie sebagai bentuk
verbal dari sindiran atau cibiran yang ditujukan pada seseorang. Bisa juga
kekaguman, bisa juga kecemburuan atau persamaan rasa. Singkatnya, dibalik kata
cie ada something and manything. Dari definisi ini kita bisa menebak, bahwa
jika mendapati orang berkata cie. Berarti ada sesuatu di dalamnya. Dan ingat
jangan terburu-buru menyimpulkannya. Karena kata cie menyimpan jamak makna.
Nah,
sedangkan yang terakhir dimaknai untuk menyinggung seseorang. Tidak ada
persoalan khusus, orang terakhir ini lebih kepada makna umum. Ya, kata cie itu
diartikan sebuah kata yang diucapkan seseorang untuk menyinggung sesuatu yang
pernah dilakukan oleh orang lain. Jadi mungkin penggunaannya, jika kita ingin
menyinggung orang lain atas apa yang telah dilakukan sebelumnya, kita tinggal
berkata cie kepadanya.
Setelah
mendapatkan definisi dan arti yang jamak tersebut. Sayapun masih belum
menemukan arti yang utuh untuk kata cie itu sendiri. Artinya, untuk mengartikan
itu saya masih seperti penggunaan sebelumnya. Itupun kalau saya memang harus
menggunakannya.
Pastinya,
kata cie itu tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia. Itu hanya kata
ekspresionis dan cenderung reflektif. Penggunaanya kembali kepada masing-masing
orang. Mau serius, mau bercanda bahkan mencampur adukkan keduanya. Terserah
pada orang yang akan mengatakannya.
Jikapun ada
pertanyaan selanjutnya, lalu kata cie itu layak digunakan atau tidak? Saya
sendiri belum menemukan jawabannya. Tapatnya jawaban yang bisa diterima oleh
semuanya. Selama hanya untuk bercanda dan sebatas merefresh atau mencairkan ketegangan
yang melanda. Saya rasa sah-sah saja. Tak perlu getol untuk
mempermasalahkannya.
Sebelumnya,
tulisan ini dibuat dalam keadaan yang sangat jauh dari kata serius. So, tak
perlu serius menanggapinya. Karena orang yang serius membaca ini, maka secara
reflektif akan mendapat komentar, "Cie ada yang lagi serius baca tulisan
ini." []
No comments:
Post a Comment