Ogoh-ogoh, Nyepi dan Saka

Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka, saudara-saudaraku umat Hindu. Semoga Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan wara nugraha-Nya kepada kita semua.
BAGI umat Hindu, merayakan Hari Raya Nyepi tanpa mengarak Ogoh-ogoh rasanya kurang sempurna. sama seperti halnya menabuh beduk dan makan ketupat kala umat Islam merayakan Idulfitri. Atau, umat Konghucu dengan barongsainya setiap merayakan Imlek. Pun, umat Kristen dengan pohon Natalnya dan kado-kado yang disebar oleh Santa Claus.

Rasanya berutung sekali kita hidup di tanah Indonesia ini. Inilah negeri beragam yang kaya dengan tradisi. Mungkin, hanya di sini, perayaan-perayaan seperti disebut di atas bisa kita saksikan. Dan, kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari masing-masing.

Seputar Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan seni patung dalam kebudayaan Pulau Dewata, Bali. Seni ini kemudian dijadikan gambaran dari kepribadian Bhuta Kala. Ajaran Hindu Dharma menyampaikan, Bhuta Kala mewakili kekuatan alam semesta (Bhu) dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dalam tradisi ini, Bhuta Kala digambarkan dengan sosok besar dan menakutkan, kita menyebutnya; raksasa. Selain itu, Ogoh-ogoh juga sering digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di mayapada, surga dan neraka, seperti; naga dan gajah.

Kaitannya dengan Nyepi, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala diarak menjelang perayaan Nyepi. Pengarakan dilakukan pada waktu senja sehari sebelum Hari Nyepi, Pangrupukan.

Baca juga: Menggugat Peran Media

Nilai dari seni patung ini dikatakan melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat. Kekuatan itu meliputi; Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).

Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup (alam dan seisinya) menuju kebahagiaan dan kehancuran. Dan, semua itu tergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya beserta dunia seisinya.

Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka
Nyepi berasal dari kata “sepi”, artinya sunyi, senyap, lenggang dan tidak ada kegiatan. Hari Raya Nyepi adalah Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka.

Berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi (1 Januari), Tahun Baru Saka dimulai dengan menyepi dan melaksanakan Catur Brata penyepian. Tidak ada aktivitas seperti biasanya. Semua kegiatan ditiadakan.

Sebagaimana kita ketahui bersama, agama Hindu berasal dari negara di mana Mahatma Ghandi lahir, India yang terkenal dengan kitab sucinya Weda.

Dahulu, negeri ini mengalami kekacauan luar biasa. Krisis dan konflik silih berganti tak berkesudahan. Suku-suku yang ada saling bertikai. Perebutan kekuasan itu pun berdampak pada kehidupan beragama warga India. Pola pembinaan beragma pun cenderung beragam.

Baca juga: Merawat Akal Sehat

Singkat cerita, pertikaian panjang itu mengantarkan Suku Saka menjadi pemenang di bawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari setelah tilem), bulan 1 (Caitramasa) dan tahun 01 Saka. Bertepatan dengan bulan Maret tahun 78 Masehi.

Artinya, tahun Saka berarti keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang bertikai dengan paham keagamaan berbeda.  

Dengan demikian, peringatan pergantian Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, pembaharuan, kebersamaan, persatuan, toleransi, perdamaian dan kerukunan antar sesama. Keberhasilan ini kemudian menyebar luas di India dan Asia, termasuk di Indonesia.

Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka, saudara-saudaraku umat Hindu. Semoga Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan wara nugraha-Nya kepada kita semua. []

Silakan baca juga tulisan-tulisan durspasi lainnya yang ada di kolom CATATAN.

1 comment:

Anonymous said...

Rattling informative and fantastic body structure of subject material,
now that's user friendly (:.

Powered by Blogger.