Segudang Cerita di Cerdas Cermat


SEPERTI biasa, setiap hari Jum'at umat Islam menunaikan ibadah salat Jum'at. Seusainya, kira-kira 20 menit setelah selesai melaksanakan salat Jum'at Kang Gentur menghampiri saya. Ia meminta agar saya bersedia membuatkan soal untuk lomba cerdas cermat tingkat TK dan MI sederajat yang akan dilombakan di Yayasan TPA. Salah satu Yayasan TPA di Desa Mororejo yang minim tenaga pengajar. Kalaupun ada itu hanya tenaga pengajar suka rela yang ingin berbagi ilmu dengan anak-anak. Sungguh luar biasa, di tengah komersialisasi pendidikan yang sudah marak. Kita masih menemukan sebuah pendidikan yang lahir dari hasil kesadaran, kesepakatan serta patungan seadanya demi mencetak generasi bangsa.

Kembali ke soal yang diminta Kang Gentur. Saya diminta untuk membuat sekitar 100 soal dari 5 kategori yang sudah ditentukan. 5 kategori soal itu antara lain; (1) surah-surah pendek, (2) fiqh ibadah, (3) akhlak, (4), do'a-do'a setiap hari, dan (5) sejarah keislaman.

Karena waktu yang tersedia tidak cukup lama. Ya, setelah magrib lomba akan dimulai. Sedangkan sore soal itu sudah sampai di lokasi. Mensiati itu, setiap kategori soal saya minta tolong pada sahabat-sahabat yang ada. Artinya, setiap sahabat membuat 20 soal sesuai kategori yang telah ditentukan. Saya rasa dengan pembagian seperti ini untuk mengumpulkan soal lebih mumungkinan.

Langsung saja, kategori sejarah keislaman dibuat oleh Kang Ihin. Surah-surah pendek dieksekusi oleh om Ferdinan. Lalu kategori akhlak dan do'a-do'a sehari-hari dibuat oleh Emon dan Kang Mazhar. Saya sendiri membuat 20 soal ketegori fiqh ibadah. Selesai pembagian semuanya langsung cap-cus mengerjakan. Kulihat mereka langsung berpikir ditemani pena ditangan kanan dan selembar kertas folio warna putih. Alhamdulillah, 100 soalpun selesai terbuat.

Dengan sisa waktu yang tersedia saya dan Ferdinan langsung bergegas untuk berangkat menuju lokasi ditemani dua sahabat. Skenario pun berubah. Di tengah perjalanan, tepat sebelum lampu lalu lintas Gejayan ban motor yang kita kendarai bocor. Syukur meskipun tidak begitu dekat, kita sudah sampai ke tempat tambal ban. Agar tidak memakan waktu lama dan lomba bejalan sesuai rencana. Kamipun memutuskan agar dua sahabat kita berangkat duluan dan membawa soal yang telah dibuat. Sedangkan saya dan Ferdinan masih menunggu giliran ban motor ditambal.

Tak mau ambil resiko yang kedua kalinya, karena dilihat kondisi motor yang tak memungkinan. Kita putuskan untuk kembali ke Kos menukar motor. Ya, kita takut tragedi ban bocor ini terulang kembali.

Baru sejenak kita sampai, telpon sudah berdering. Ternyata Bu Muslimah yang menghubungi. "Mas, dimana? Habis magrib lombanya harus dimulai lo."

"Ya bu. Saya masih menambal ban. Soalnya sudah dibawa dua teman saya. Mereka sudah berangkat duluan. Ok bu, saya hubungi mereka dulu." Jawab saya memberi keyakinan bahwa lomba pasti berjalan sesuai rencana dan soal akan sampai sebelum cerdas cermat dimulai.

Dua panggilan telponku tak dijawab. Resah, gelisahpun terjadi. Seketika itu pikiran berkecamuk takut agenda ini bubar gara-gara soal belum sampai. "Kemana ya, kok telponku gak diangkat. Sudah sampai apa enggak ya temanku ini." Aku bertanya pada diri sendiri.

Sekitar sepuluh menit, saya mendapat sms dari sahabat yang berangkat duluan. "Bang, aku sudah sampai." Dengan refleks jariku mengetik "Oke". Alhamdulillah mereka sudah sampai dilokasi.

Tanpa berpikir panjang saya langsung melanjutkan perjalanan. Akhirnya, saya dan Emon sampai juga dilokasi. Kulihat lomba sudah berjalan. Bahkan sudah memasuki sesi kedua. Sesaat kemudian adalah sesi tiga dengan kategori kenegaraan.

"Sekarang sesi tiga tentang kenegaraan yang akan dipimpin langsung oleh Bang Dur." Kedengar Bu Muslimah menyampaikan di depan forum.

Langsung saja saya kaget. Bagaimana tidak kaget, sebelumnya tidak ada koordinasi kalau ada soal kenegaraan. Sama sekali tidak ada persiapan. Tapi, bagaimanapun harus dilakukan. Langsung saja saya maju ke depan dibarengi Emon. Tujuannya sederhana, biar kalau saya kehabisan pertanyaan. Bisa langsung diimprove oleh Emon. Kira-kira begitu. Hehehe, selalu ada solusi disetiap kesempitan.

"Ok. Adek-adek sesi ketiga ini kakak akan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kenegaraan. Berhubung ini lomba dalam rangka menyambut kemerdekaan RI yang ke-70. Maka kakak akan bertanya yang berhubungan dengan hari kemerdekaan. Tolong diperhatikan, soal ini bersifat 'siapa cepat dia yang jawab'. "

Setelah melayangkan empat pertanyaan. Kita kembali keskenario awal, Emon masuk dan memberi beberapa pertanyaan kepada peserta. Yang seru dari kategori kenegaraan ini adalah soal-soal yang kita tanyakan bisa dibilang sulit dijumpai dibuku-buku sekolah yang mereka pelajari. Tujuan kita sederhana, bahwa demi memberi ilmu pengetahuan baru dan mengenalkan mereka pada beberapa tokoh Indonesia yang mempunyai sumbangsih besar di Republik ini.

Beberapa soal yang kita tanyakan antara lain; siapa Menteri Agama pertama RI? Siapa Presiden RI ke-4? Dan beberapa soal yang juga biasa mereka kenal di buku-buku pelajaran. Ternyata mereka kenal dengan tokoh-tokoh ini. Tapi mereka tak mengerti apa posisi dan sumbangsih mereka di negeri ini.

Akhirnya kelompok satu keluar sebagai kelompok yang memperoleh poin tertinggi. Kelompok tiga menempati posisi kedua. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh kelompok empat. Juru kunci ditempati oleh oleh kelompok dua.

Kini sudah memasuki sesi terkahir. Sesi soal bonus dan baca Al-Qur'an. Tetiba saja Bu Muslimah menyerahkan kitab suci yang diambilnya dari dalam Musholla. Welah, mau tidak mau saya harus menjadi juri dari lomba penutup ini.

Langsung saja, saya panggil satu orang perwakilan dari kelompok masing-masing. Terkumpullah empat anak yang masih imut-imut dan siap melafalakan ayat-ayat agung tersebut.

Dilomba baca Al-Qur'an ini kelompok tiga yang tadinya menempati posisi dua turun ke peringkat tiga. Lantaran nilai yang bisa diperoleh hanya 5 dan tidak ada satu nilaipun yang mereka peroleh dari soal bonus. Hehehe, sabar ya adek-adek. Bagaimanapun juga dalam perlombaan harus ada yang keluar sebagai pemenang.

Sepertinya rasa sakit hati itu tidak bisa diatasi. Dibujuk dengan sekian cara tetap saja mereka menampakkan wajah kecewanya. Hingga akhirnya, lomba belum selesai ditutup. Kelompok tiga memilih keluar dari forum. Mereka menolak hasil lomba yang ada. Forumpun sudah tidak kondusif, mereka juga tidak bisa dicegah. Keputusan untuk keluar forum menjadi pilihan yang bulat.

"Oke. Oke. Adek-adek semua. Sudah tidak apa-apa. Kalian semua nanti tetap akan kita kasih hadiah. Mari kita duduk kembali. Kita tutup forum dengan baik dulu." Saya mencoba menenangkan mereka yang perhatiannya fokus pada kelompok tiga.

Setelah itu Bu Muslimah mengambil alih forum. "Ya, semuanya. Apapun yang terjadi jangan sampai diambil hati. Habis ini kalian harus tetap saling tegur sapa satu dengan yang lain. Tidak boleh dendam. Besok kalian bermain seperti biasanya. Jadikan semua ini sebagai pelajaran bagi kita. Bahwa kita harus mampu menerima kekalahan. Jadikan semua itu motivasi agar kita lebih giat lagi untuk belajar." Bu Muslimah memberi wejangan kepada anak-anak yang sudah mulai terprovokasi juga.

"Ya Bu De." Serentak anak-anak yang masih tersisa menjawab nasehat Bu Muslimah.

"Oke. Marilah kita tutup perlombaan ini dengan pembacaan hamdalah."

"Alhamdulillahirobbil 'alamin."

Satu persatu dari dari mereka saling berjabat tangan. Tidak lupa pula mereka berpamitan kepada kita. Bergiliran mereka menyalami kita sambil berkata. "Terima kasih ya kak, adek pulang dulu."

Perasaan senang luar biasa, meskipun sempat emosi karena perlakuan mereka di forum dan sulit dikendalikan. Tapi semuanya berjalan dengan riang gembira. Wajarlah mereka anak-anak, jiwanya masih diliputi akan kesenangan dan selalu ingin bermain dan bermain. Mau mengikuti lomba saja, bagi kami sudah hal yang luar biasa. Sudah seharusnya kita tak perlu menuntut banyak dari mereka. Itu saja sudah cukup. Waktu yang biasanya mereka gunakan untuk menonton TV, mereka gunakan untuk mengikuti lomba ini.

"Maaf ya mas, kalau anak-anak di sini membuat emosi mas-mas. Saya jadi gak enak." Ucap salah satu pengelola TPA kepada kami.

"Wah, santai saja. Sudah biasa ini terjadi. Kami senang kok bisa terlibat di kegiatan ini. Namanya juga anak-anak. Hehehe." Saya menjawab kegelisahan yang didera para pengelola TPA karena perbuatan anak didiknya.

"Ya udah, kami pamit dulu ya Bu. Besok-besok tak main ke sini lagi. Berbagi lebih banyak lagi dengan mereka." Saya mewakili ketiga sahabat yang ada.

"Ya mas, terima kasih banyak. Maaf kalau selalu ngerepotin. Jangan kapok untuk ikut terlibat dengan anak-anak." Jawab salah satu dari pengelola TPA.

"Assalamu'alakum, kami pamit dulu."
"Wa'alaikum salam, hati-hati dijalan mas."


Langsung kami semua cap-cus menuju pulang. [ABDUL RAHMAN WAHID]

No comments:

Powered by Blogger.