Integrasi Agama dan Sains
AGAMA tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa
agama lumpuh (Albert Einstein). Pernyataan Albert Einstein ini telah memberi
gambaran yang jelas bahwa antara agama dan sains harus diintegrasikan bukan memisahkan
keduanya secara dikotomis.
Dalam institusi pendidikan kita sering
mendengar tawuran antar siswa, antar mahasiswa, pemerkosaan masal, pesta seks dan
lain-lain. Hal itu semua merupakan potret buram atau bukti dalam institusi
pendidikan bangsa ini telah mengalami dekadensi moral besar-besaran. Pendidikan
yang seharusnya menjadi kiblat moral dalam masyarakat, malah mempertontonkan
hal-hal negatif yang tidak layak dikonsumsi oleh publik. Sehingga lebel insan
akademik mereka coreng dengan tindakan-tindakan sensasionalnya.
Dr. Maksudin, M.Ag. adalah salah satu
dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang gelisah dengan keadaan pendidikan yang
semakin kacau ini. Melalui buku “Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik” ini
beliau mencoba mengkaji dengan teliti apa yang sebenarnya terjadi dan solusi
apa yang tepat untuk permasalahan ini.
Dalam buku ini Dr. Maksudin, M.Ag.
menjelaskan secara detail bahwa terjadinya dekadensi moral besar-besaran di era
globalisasi ini dikarenakan “kering ruhaniah”, dimana sains dan agama mengalami
pemisahan. Padahal sains sendiri sebenarnya lahir dari kitab suci (agama). Maka
dari itu pada hakikatnya agama dan sains tidak ada perbedaan dan pertentangan
antara keduanya. Agama dan sains ibarat dua mata uang yang tidak bisa berdiri
sendiri dan tidak bisa dipisahkan.
Jika model agama dan sains nondikotomik
ini diterapkan dalam kehidupan dan sistem kehidupan manusia akan terhindar dari
kekosongan atau kekeringan apa saja yang dibutuhkan oleh setiap diri manusia
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Pada umumnya manusia memiliki dua kebutuhan
dasar, yaitu: (i) kebutuhan fisiologis (yang berkenaan dengan rasa lapar,
dahaga, kebutuhan udara, istirahat, menghindari kepanasan-kedinginan, menjahui
rasa sakit, seks, dan proses ekspresi), dan (ii) kebutuhan jiwa atau rohani
(jaminan rasa aman, rasa bahagia, rasa loyalitas dalam kelompok, diterima dan
dicintai oleh anggota kelompoknya, merasa dihormati, dihargai, rasa prestasi,
rasa percaya diri ataupun karena penghargaan sosial). (hal, 96)
Dengan demikian pendidikan dituntut
bagaimana memberikan pemahaman utuh kepada peserta didiknya tentang nilai-nilai
moral. Karena aspek
intelektual yang mereka kuasai perlu diimbangi dengan aspek spiritualitas agar
tercapai keselarasann untuk memenuhi keseimbangan kebutuhan otak dan kebutuhan
hati.
Penanaman kesadaran serta pembentukan karakter
dalam dewasa ini menjadi suatu keharusan untuk diberikan kepada peserta didik
mengingat mereka tidak akan selamanya berada dibangku sekolah tetapi interaksi
yang sebenarnya adalah bersosial bersama masyarakat.
Dengan
memberikan aspek spiritualitas kepada peserta didik, tidak menutup kemungkinan para
pelajar kita akan terhindar dari kemungkinnan
melakukan tindakan-tindakan menyimpang yang seharusnya tidak dilakukan oleh para remaja yang
statusnya sebagai pelajar. Hal ini karena mereka semua adalah bibit-bibit
bangsa yang akan menentukan bangsa kita ini kedepannya.
Untuk itu, paradigma agama dan sains
nondikotomik yang ditawarkan dalam buku ini dapat menguatkan agama dan sains
menjadi milik dan menjadi kepribadian serta karakter umat manusia. Agama tidak
menjadikan pemeluknya menjauhi sains dan demikian juga sains bagi saintis tidak
meninggalkan agama, akan tetapi agamawan dan ilmuan “saintis” saling
memperkuat, memperkukuh, dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan sehingga
yang ada saling berlomba untuk kebaikan.
Nondikotomik
(integrasi) agama dan sains dalam hal ini tidak bisa ditawar lagi, karena
pemisahan antara keduanya hanya akan membawa terhadap kehancuran dan dekadensi
moral bagi manusia itu sendiri. Karena, agama dan sains tidak banyak manfaatnya
jika diperselisihkan atau dipertentangkan. Karena agama dan sains pada
hakikatnya, keduanya berasal dan bersumber dari Tuhan. []
Judul: Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik, Penulis: Dr. Maksudin, M.Ag., Penerbit: Pustaka Pelajar, Cetakan: Pertama Juli, 2013, Tebal: 169 halaman, ISBN: 978-602-229-234-0.
No comments:
Post a Comment