Ketidakadilan Gender Dalam Media

BERADA di era informasi, di mana sebuah informasi dari belahan dunia bisa kita konsumsi dengan selang beberapa detik saja. Dewasa ini, teknologi berkembang sangat pesat, semua hal dapat diakses tanpa proses yang lama. Hal ini merupakan hasil dari evolusi ilmu pengetahuan yang perkembangannya sangat signifikan.

Dibalik signifikansi perkembangannya ternyata teknologi yang berkembang saat ini juga membuat cara pandang manusia berbeda dengan sebelumnya. Dalam tulisan pendek ini, akan lebih fokus pada bahasan mengenai peran teknologi (media informasi), khususnya televisi dalam melakukan (melegalkan) ketidakadilan gender dengan caranya yang lebih halus, sehingga banyak orang yang tidak menyadari kalau media saat ini menjadi sarana diskriminasi gender (baik kaum lelaki, maupun perempuan).

Media saat ini telah mengeksploitasi dan mengkonstruksi kaum lelaki dan perempuan (masyarakat) melalui iklan-iklan yang ditampilkannya. Di mana sosok perempuan digambarkan dengan kulit putih, rambut lurus, langsing, tinggi semampai, tidak berbulu ketek dan lain sebagainya. Dalam artian, media menggunakan hasrat libido manusia dalam menawarkan produk dagangannya.

Melalui iklannya, media menampilkan sebuah konstruksi kepada masyarakat sehingga apa yang ditampilkan media menjadi standarisasi sosial secara otomatis. Di mana standar tersebut menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Jadi dalam hal ini, sosok perempuan ideal harus memenuhi persyaratan yang telah ditampilkan oleh media.

Begitu juga kaum lelaki yang dituntut untuk bernampilan sama dengan apa yang telah media paparkan. Kalau zaman dahulu laki-laki biasa bernampilan dengan  kumis dan jenggot panjangnya, namun saat ini akan menjadi hal yang tabu. Hal ini merupakan hasil dari pengaruh media dalam menampilkan sosok lelaki yang ideal.

Menilik sejarah yang ada pasca Perang Dunia II, di mana senjata sudah kurang laku lagi. Para aktor kapitalisme memutar otak, akhirnya terciptalah sebuah "evolusi baja". Produksi senjata yang berkurang karena perang fisik telah selesai, kemudian dibuat sebuah silet sebagai ganti dari senjata. Dari senjata ke silet itulah evolusi baja yang terjadi. Alhasil, ditampilkan sebuah iklan silet yang digunakan untuk memangkas kumis dan jenggot. Nah, sejak saat itulah masyarakat terkonstruk bahwa lelaki ideal itu lelaki yang bersih (tak berkumis dan tak berjenggot).

Bukan hanya itu saja, masih banyak hal lain di mana media mengeksploitasi manusia (baik perempuan maupun laki-laki). Contoh sederhananya adalah iklan-iklan produk saat ini yang selalu menampilkan tubuh manusia sebagai daya tarik untuk memasarkan produknya.

Iklan oli menampilkan sosok seksi perempuan, iklan juice, iklan kontrasepsi, iklan minuman, iklan mobil, iklan motor, iklan obat, semuanya menampilkan lekuk tubuh perempuan. Disadari atau tidak semua ini adalah bagian dari cara kapitalisme menguasi dunia pasar dengan mengeksploitasi tubuh perempuan. Dari sini kita bisa simpulkan betapa kapitalisme saat ini sudah benar-benar mengakar. Kapitalisme bukan hanya bertarung dengan komoditinya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, melainkan lebih jauh dari itu, tubuh perempuanpun sekarang sudah menjadi komoditi yang juga bisa diperdagangkan.

Lebih familiar lagi acara televisi yang sering kita jumpai, salah satunya adalah film horor yang selalu menampilkan sosok hantu perempuan dan selalu mengundang sensual dalam setiap adegannya. Bisa dibayangkan perbandingan antara horor yang menampilkan sosok hantu perempuan daripada hantu laki-laki. Pasti semua orang akan menjawab hantu dalam film horor didominasi perempuan dan film horor yang menampilkan hantu laki-laki hanya beberapa saja.

Dari fakta-fakta di atas menampakkan ketidak mutuan iklan atau film made in Indonesia. Jurnalismenya perlu dipertanyakan kembali. Iklan dan film yang pada hakikatnya mengandung nilai seni tidak bisa dibenarkan lagi. Karena iklan dan film tersebut dibuat bukan atas dasar karya yang kreatif. Tetapi, semua itu diproduksi untuk sesuatu yang komersil dan ikut-ikutan, bukan lagi berlandaskan seni sebagaimana mestinya. []

No comments:

Powered by Blogger.