Kuliah di Warung Kopi
SETELAH semalam suntuk bergadang dengan sahabat-sahabat,
disela-sela obrolan kita memutuskan untuk tidak tidur sampai salat Jumat
dilakasanakan.
Di tengah guyuran
hujan yang lebat, bersama-sama kita melangkahkan
kaki menuju rumah Tuhan dengan payung seadanya.
Selesai mendirikan salat Jumat, saya sempatkan
memanjakan tubuh sejenak.
Dan ternyata, saya
sudah memasuki alam tidur. Kring… terdengar
alarm hape
berdering, jarum jam menunjuk angka tiga. Saya pun bangkit,
lalu menuju kamar mandi, ganti pakaian, niat hati ingin kuliah.
Tanpa basa-basi, saya
langsung
menuju kampus. Perjalanan kali terbilang lancar, ya, debu
akibat erupsi gunung kelud sudah tak berterbangan lagi. Tuhan membersihkannya dengan mengguyur hujan.
Saya buka
pintu fakultas, sepasang kaki pun menelusuri
satu persatu anak tangga. Akhirnya saya pun sampai di lantai III, teapatnya di depan ruangan 307. Namun beberapa sahabatku masih di luar, ternyata pintu
sudah terkunci, kami pun tak boleh masuk karena sudah terlambat
lebih dari sepuluh menit, sesuai kesepakatan kontrak belajar pada pertemuan
pertama.
Setelah menggerutu
beberapa saat, kami sepakat untuk pulang. Di tengah
perjalananan, saya putuskan untuk melanjutkan pengganti jam kuliah di Blandongan, sebuah warung kopi tongkrongan harga mahasiswa.
Selepas menyeruput
kopi dan menghabiskan sebatang rokok, ternyata obrolan kami jauh
lebih asyik dari pada ceramah dosen di ruang kelas yang pengap. Meski tanpa SKS tapi rasanya obrolan kami seakan-akan
sudah menghabiskan 6 SKS saja. Ya, tiga
kali lipat dibandingkan mata kuliah yang tak bisa kami ikuti itu - yang
bobotnya hanya 2 SKS.
Sambil
menunggu datangnya malam, saya lanjutkan petualangan kuliah di warung kopi seraya
menyelami SKS yang berlipat ganda. Tentunya dibarengi seduhan nikamat kopi
hitam.
Selamat berpetualang,
bangkitkan jiwa dan raga, selamatkan anak bangsa dari kekurangan kopi. []
No comments:
Post a Comment