Saatnya Reformasi Sepak Bola Indonesia


PERSOALAN sepak bola Indonesia belum juga usai. Konflik Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) vs Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) makin terbingkai. Pelarangan dua klub ternama Persebaya (Surabaya) dan Arema (Malang) untuk berlaga membuat ketegangan sepak bola nasional baru dimulai. Pelarangan dua klub untuk tampil diajang kasta tertinggi Indonesia itu lantaran masih terjerat dualisme kepemilikan klub. Hingga laga bergulir keduanya masih belum mampu menyelesaikan permasalahan yang ada diklubnya masing-masing.

Kondisi itupun membuat Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengambil sikap untuk membekukan PSSI. Alhasil, saat PSSI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya surat pembekuan untuk PSSI-pun dikeluarkan. Pembekuan itu disambut aksi dukungan Bonek Mania yang membuat lautan hijau sepanjang Kota Pahlawan sekaligus menjadi bentuk protes terhadap KLB PSSI. Terpilihnya La Nyalla Mattaliti menggatikan Djohar Arifin dianggap belum mampu menyelesaikan persoalan sepak bola Indonesia dari para mafia.

Rentetan permasalahan semakin bermunculan, sampai akhirnya lagapun diberhentikan. Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) angkat bicara, jika Menpora tidak mencabut surat pembekuan pada tanggal 29 Mei 2015, FIFA akan memberikan sanksi kepada Indonesia. Ancaman FIFA tak menyurutkan Menpora untuk terus membenahi sepak bola Indonesia.

Pada tanggal yang telah ditentukan, Menpora tetap tidak mencabut SK Pembekuan PSSI. Mendapat dukungan dari Presiden Jokowi, Menpora tetap pada keputusannya. Bahwa sepak bola nasional harus dibenahi agar bisa berprestasi.

Di tengah ketegangan sepak bola Indonesia, kabar gembira datang dari Swiss. Beberapa petinggi FIFA ditangkap oleh FBI lantaran terjerat suap pengadaan tuan rumah Piala Dunia (PD) 2018 di Rusia dan PD 2022 di Qatar. Bahkan skandal FIFA diduga sudah berlangsung sejak 1990.

Artinya, empat periode kepemimpinan Sepp Bletter berada dalam skandal mafia bola dunia. Tak hanya suap, korupsi, pengaturan skor hingga hak siar televisi juga menjadi skandal yang dilakukan para petinggi FIFA. Sebagai federasi sepak bola tertinggi, seharusnya FIFA menjadi penegak hukum yang fair dalam sepak bola. Namun yang terjadi sebaliknya, petinggi FIFA melanggarnya secara bersama-sama.

Jika Menpora Imam Nahrawi benar-benar ingin membenahi sepak bola Indonesia dan ingin bersih dari para mafia. Skandal FIFA ini menjadi pelajaran penting. Bahwa, FIFA dan PSSI memang ada kemiripan. Ya, keduanya sama-sama dihuni oleh para mafia. Dari sini Menpora bisa belajar bahwa sanksi FIFA bukanlah ancaman, meskipun sanksi tersebut pastinya membuat rugi persepakbolaan. 

Ada hal yang menarik dari sanksi tersebut, yakni; sanksi FIFA bukan sebagai pertimbangan demi perbaikan sepak bola Indonesia tapi lebih mendukung PSSI dikelola oleh para mafia. Sanksi itu lebih pada pesan tersirat bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur terhadap sepak bola Indonesia.

Dalam tubuh PSSI menyimpan sekian permasalahan selayaknya FIFA yang saat ini ditemukan. Hal yang paling mendasar, PSSI hari ini telah menjadi lembaga ekslufif yang hanya bisa diketahui segelintir orang. Prestasi sepak bola Indonesia juga biasa-biasa saja, tidak ada yang membaggakan. Karena, seluruh elemen sepak bola kita berada dalam kontrol para mafia. Mafia yang mencari kehidupan dari sepak bola.

Tak heran, jika hak-hak pemain dan klub tak tersampaikan. Ironinya, tidak ada yang menentang, semuanya diam seakan-akan sepak bola kita aman dan menjanjikan.

Melihat itu, membenahi lalu mengukir prestasi lebih penting daripada mengukir prestasi dalam kondisi seperti ini. Bagaimanapun, mengukir prestasi dalam genggaman mafia itu adalah ilusi. Karena yang ada dibenak mafia sejatinya bukanlah prestasi akan tetapi materi. Artinya, jika sepak bola Indonesia disanksi oleh FIFA bukanlah persoalan besar. Itu hanya konsekuensi kecil yang sudah seharusnya diambil. 

Menuju Tata Kelola yang Baik

Tata kelola sepak bola Indonesia sudah memasuki studium empat. Yakni, tidak ada prestasi, kompetisi tidak jelas, hak pemain dan klub tak tersampaikan serta PSSI yang tidak transparan. Lantas, apa yang bisa kita banggakan dari sepak bola Indonesia ini? Jika hal ini dibiarkan, sepak bola Indonesia tinggal menunggu ajalnya.

Persoalan yang terjadi di PSSI harus ditelisik sampai keakar-akarnya. Aparat hukum harus bertindak tegas atas temuan-temuan pelanggaran dalam tubuh PSSI. PSSI harus menjadi badan inklusif, terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia. Semua pengurus sepak bola harus diaudit. Negara sudah seharusnya hadir untuk melakukan intervensi demi melindungi hak masyarakat sepak bola.

Dengan demikian, untuk mencapai suatu tata kelola sepak bola yang baik dan transparan reformasi besar-besaran harus dilakukan. Baik itu sistem atau menejemen yang sudah ada. Semuanya harus direformasi secara total agar sepak bola Indonesia benar-benar menjadi kebanggaan, bukan sekedar tontonan dan hiburan.

Bagaimanapun juga, ini bukan persoalan bisa berlaga di pentas internasioanl dan prestasi semata. Keduanya adalah keniscayaan yang akan diraih oleh setiap sepak bola dimana saja. Tentunya, keniscayaan itu bisa hadir jika tata kelola sepak bola sudah baik dan benar.

Dalam konteks Indonesia, pemerintah melalui Menpora dan PSSI harus berjalan beriringan. Keduanya tidak bisa berjalan dengan sendirinya. PSSI tidak bisa mengabaikan sikap pemerintah, karena Indonesia adalah negara hukum dan PSSI berada di dalamnya juga harus tunduk pada aturan yang sudah ada.

Menganggap FIFA adalah satu-satunya yang bisa diikuti adalah persepsi yang salah, karena PSSI ada di negara Indonesia. Sebaliknya pemerintah (Menpora) juga tidak boleh mengintervensi sampai ke dalam. Dalam artian, pemerintah intervensi demi sebuah keuntungan yang bisa didapatkan. Keduanya punya ranah masing-masing dalam mengambil peran.

Oleh karenanya, demi pembenahan sepak bola Indonesia, mari kita dukung langkah Menpora dan Pemerintah mewujudkan tata kelola sepak bola yang baik dan bersih dari tangan-tangan berkepentingan (mafia). Jika ini sudah terlaksana, mengukir prestasi dalam pentas internasional adalah persolaan waktu saja. Sepak bola kita pasti bisa meraihnya dan mempersembahkannya untuk negara tercinta, Indonesia. []

No comments:

Powered by Blogger.