Skandal FIFA, Semangat Baru Menpora

BERPISAH dari aturan negara, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) menjadi Tuhan para anggota-anggotanya. Bahkan, masuknya pemerintah dianggap sebagai intervensi, tak peduli niat itu baik. Begitulah ironi sepak bola yang selama ini kita anggap sebagai suatu kebaggaan dari bangsa.

Diduga ada korupsi dan suap sejak 1990 FBI menangkap tujuh senior petinggi FIFA di Swiss, termasuk Jeffrey Webb sebagai wakil presiden. Hal ini menjadi pukulan telak para pecinta olahraga yang paling digemari sejagat raya. Betapa tidak, FIFA yang seharusnya menjadi penegak hukum dalam sepak bola malah melanggarnya secara bersama-sama.


Penentuan tuan rumah Piala Dunia 2018 di Rusia dan Piala Dunia 2022 di Qatar adalah kasus suap yang terjadi ditubuh FIFA. Korupsi, pengaturan skor dan hak siar televisi juga mewarnai skandal FIFA hari ini. Menjunjung tinggi semangat fairplay ternyata hanya menjadi slogan yang tertulis rapi disetiap bendera pertandingan. Bagaimana tidak, skandal ini disinyalir sudah bergulir sekitar 24 tahun.


Artinya, empat periode kepemimpinan Sepp Blatter berada dalam skandal FIFA tersebut. Namun, kasus FIFA tak membuat Blatter resah. Bahkan dengan bangga dia masih mencalonkan diri bersaing dengan Prince Ali pada kongres FIFA ke-65 yang akan dilaksanakan hari ini. 24 tahun bukan waktu yang sebentar. Dunia benar-benar dibodohi oleh mafia-mafia bola. Dan skandal ini harus diselesaikan secara tuntas, bagaimanapun sepak bola menjunjung tinggi sportifitas.


Wajar jika Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) memilih kongres ditunda dan menyelesaikan skandal yang menjerat FIFA terlebih dahulu. Bahkan UEFA memberi sinyal akan keluar dari organisasi sepak bola dunia itu, jika Blatter yang sejak tahun 1998 menjadi presiden FIFA terpilih lagi pada kongres hari ini.


Skandal FIFA menjadi pelajaran penting bagi sepak bola kita. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi harus lebih semangat lagi menyelamatkan sepak bola negeri ini. FIFA yang selalu menjadi rujukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah terbukti menjadi sarang mafia kelas dunia.

Begitu juga, alasan PSSI hanya mau mengikuti FIFA dan menolak campur tangan negara (Kemenpora) menjadi bukti ada kemeripikan yang terjadi di FIFA dan PSSI. Ya, di dalam PSSI juga bertebaran para mafia bola. Sehingga berbuah pembekuan terhadap PSSI.

Beberapa skandal yang menimpa sepak bola Indonesia harus diselesaikan sampai keakar-akarnya. Demi kebanggaan bangsa Indonesia bukan kesenangan para mafia. Untuk itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi harus lebih semangat lagi untuk menuntaskan skandal yang menjerat PSSI.

Skandal FIFA harus jadi semangat baru untuk membongkar kebobrokan ditubuh PSSI. Jangan takut, rakyat Indonesia semua sudah tahu mana yang benar dan mana yang sok benar. Jika ini dibiarkan sepak bola hanya akan menjadi arena pembodohan.

Oleh karenanya inilah saatnya sepak bola kita berbenah. Dari segudang permasalahan menuju sepak bola yang transparan, menjunjung tinggi sportifitas. Tidak ada lagi judi serta pengaturan skor yang dilakukan. Karena sepak bola bukan milik siapa-siapa, sepak bola milik kita semua. []


Ilustrasi Gambar


Jum'at, 29 Mei 2015
Goresan dari seorang pencinta sepak bola yang bersih dari mafia.

No comments:

Powered by Blogger.