Silaturrahim (2)
SEKITAR 10
menit perjalanan dari rumah Bu Muslimah menuju kediaman Pak Kades, Rony
Nurdiantoro. Kediaman Pak Kades berada di dusun Plumbon Wetan.
"Assalamu'alaikum," salah satu dari kami mewakili ucapan salam.
"Wa'alaikum
Salam," dari dalam rumah terlihat seorang laki-laki berbaju putih menjawab
salam. Tak begitu jelas siapa orang itu lantaran terhalang kaca pintu. Setelah
membukakan pintu. Ternyata orang itu adalah Pak Kades sendiri. Sepertinya ia
sudah menunggu kedatangan kami.
"Monggo,
silahkan masuk," Pak Kades mempersilahkan masuk sambil menyalami satu
per-satu dari kami.
"Gimana
kabarnya?"
"Alhamdulillah baik Pak," Damar mewakili kami menjawab pertanyaan Pak
Kades. Padahal salah satu dari kami ada yang sedang sakit. Tapi sakitnya di
dalam alias sakit hati.
"Ada
apa, ada berita baru apa?" Pertanyaan Pak Kades masih seperti biasanya.
Sama seperti sebelum-sebelumnnya ketika kami bertamu ke kediamannya atau di
kantornya.
"Hehehe,
tidak ada pak. Hanya silaturaahim saja. Ya, sekarang kabar terbarunya rushuffle
menteri," salah satu dari kami menanggapinya.
Tidak begitu
lama, mobil putih datang. Ternyata isteri dan ibu serta anaknya baru datang.
Seketika itu pula terdengar suara gelas saling bergesekan. Dan tak lama
kemudian, seorang perempuan paruh baya mengantarkan teh panas sebagai
suguhannya. Beberapa toples makanan ringan sudah tersedia sebelumnya.
Seketika
obrolan fokus kepersoalan batu akik. Lumayan juga Pak Kades ini, pengetahuannya
tentang batu akik bisa dibilang lebih keren dibandingkan saya. Tak sampai
memakan waktu lama, obrolan tentang batu akik berlangsung. Hanya persoalan
dasar-dasarnya saja. Ya, kita hanya membahas sekelumit batu akik yang kebetulan
kita bawa masing-masing.
Selanjutnya
obrolan pun beralih kepersoalan Pilkada di Sleman. Bagaimanapun, Pak Kades
adalah pengurus salah satu partai politik. Jadi desas-desus soal panas-dingin siapa
yang akan mencalonkan sangat memahaminya. Bahkan bisa dibilang beliau termasuk
bagian dari tim sukses dari salah satu calon yang ada.
Ya, penjelasannya
mengarah ke situ. Banyak kemungkinan yang akan terjadi di Pilkada Sleman. Namun
semua tergantung dua calon yang ada. Keduanya merupakan petarung besar yang
juga dikendarai partai besar, bahkan ormas besar. Menarik kita tunggu siapa yang
akan mendudukki Sleman satu.
Setelah
menjelaskan sekelumit persoalan Pilkada, Pak Kades bercerita soal kejadian yang
telah menimpanya. Sebuah kejadian yang berkaitan dengan agama. Bisa dibilang
Pak Kades sedang dimasuki salah satu aliran Islam tertentu. Bahasa kerennya, Pak
Kades dijadikan targetmen ideologisasi paham Islam yang dibawanya.
"Sekarang
kudu ati-ati, mas. Saiki onok aliran Islam baru wes do masuk maneh. Bentuknya
lebih lembut, berbeda dengan Islam radikal yang selama ini kita ketahui. Apapun
diperbolehkan, sampai persoalan tahlil sekalipun. Tapi menurut saya nantinya
ketauhidan kita yang diserang." Pak Kades menjelaskan terkait Islam yang
dibawa oleh seseorang kepadanya.
"Wah,
ini lebih berbahaya Pak dari Islam radikal dan garis keras yang sudah ada.
Bentuknya lebih lembut, mereka lebih cenderung menerima kearifan lokal. Ya,
meskipun itu mungkin hanya pura-pura saja." Saya coba menimpali apa yang
telah dipaparkan oleh Pak Kades.
Sudah dua
orang orang yang mencoba membujuk Pak Kades untuk mengikuti Islam yang ditawarkannya.
Keduanya merupakan para suksesor Islam yang dibawanya. Karena keduanya belum
sukses memengaruhi Pak Kades, rencananya dari pusat (mungkin pimpinannya) akan
mendatangi rumah Pak Kades. Kurang tahu pastinya kapan. Yang jelas, dekat-dekat
ini.
Ada beberapa
hal dari aliran yang dibawanya. Sejauh yang saya dapat dari penjelasan Pak
Kades.
(1) Untuk
mengikuti alirannya, kita harus mengisi 12 perjanjian yang tertera di kertas
putih lengkap dengan materainya.
(2) 12
perjanjian itu jika sudah dilakukankannya maka secara langsung akan naik
tingkatan. Bisa sufi dan semacamnya. Welah, ada-ada aja. Oh ya, dan perlu
diingat dari 12 item itu semua baik, tidak ada yang buruk.
(3) Orang
yang sudah menandatangani 12 item janji dan melakukannya akan dipanggil ke
markasnya bersama orang-orang lain yang telah mengisinya juga. Dalam pertemuan
itu nanti akan diberi air putih sebagai alat deteksi kejujuran. Ya, mungkin
sederhanya dibai'at gitu lho.
(4) Para
ustadz atau kiainya cenderung memakai peci hitam ada logo Garuda di sudutnya.
"Hehehe, Islam Garuda Pancasila, dong," celetuk salah satu dari kita.
(5) Soal
uang mereka sangat luar biasa. Entah dari mana asalnya, berapa pun yang
dibutuhkan pasti diberikan.
(6) Ingat,
Islam yang dibawa ini tidak mengatasnamakan organisasi apapun. Ia hanya ada
pimpinan. Maka dari itu sulit dilacak keberadaannya. Meskipun secara gerakan,
aliran ini sudah sangat tersruktur dan massif.
Jika memang
benar, sudah ada Islam versi di atas tersebut. Ini ancaman baru bagi kita
semua. Kita semua patut waspada jika ada ciri-ciri di atas kita jumpai.
Bagaimana pun juga, Islam yang ada di Indonesia tidak bisa dipaksakan. Semuanya
ramah dan meneduhkan. Karena Islam Indonesia adalah Islam Nusantara.
Perlu
diingat juga, menurut penuturan Pak Kades. Beberapa titik sudah ada
suksesornya. Mereka sudah sangat matang dalam menjalankan gerakannya. Bahkan, keberadaannya mampu diterima oleh keragaman budaya yang ada.
Sejauh ini,
kami masih belum tahu apa tujuan akhirnya jika syarat-sayarat itu sudah
terpenuhi. Itu masih belum terungkap. Semoga saja bisa terungkap. Mohon
do'anya, karena kami sedang ada kesempatan untuk berjumpa dengan pimpinannya.
Selesai
bercerita panjang lebar, kami pun berpamitan. Ya, waktu sudah begitu malam.
"Nggeh pun
Pak, kulo pamit riyen. Kapan-kapan tak ke sini lagi. Kalau ada apa-apa kabari
aja pak," ucap Damar mewakili rombongan.
"Oh,
nggeh. Kapan-kapan maen sini lagi. Salam buat temen-temen yang lain," jawab Pak Kades.
"Assalamu'alaikum
Pak."
"Wa'alaikum Salam."
Kami pun
melaju kencang, di tengah perjelanan kami memperbincangkan persoalan 12 item
perjanjian dan segelas air putih tersebut. Kira-kira ada gak ya yang mau mencoba itu
(jadi korban) biar kebenaran sesungguhnya terungkap.
Entah berapa
lama kami di perjalanan, taunya kami sudah sampai di warung kopi. Seketika itu pun
kami menikmati kopi bersama sambil menikmati alunan musik dan beberapa obrolan
ringan beda tema. []
No comments:
Post a Comment