Menggagas Pendidikan Alternatif
PENDIDIKAN
merupakan bagian urgen dalam suatu bangsa. Pendidikan adalah intitusi dimana
cita-cita luhurnya adalah ‘memanusiakan manusia’. Tujuan pendidikan mencetak
generasi yang yang berkesadaran sosial dan kolektiv. Bukan menjadi generasi
individualis dan apatis terhadap masyarakat
sekitarnya.
Sekian
gudang permasalahan dalam pendidikan bangsa ini masih belum terselesaikan.
Mulai dari akses pendidikan yang mahal, pemberlakuan soal kurikulum, sentralisasi
guru, gedung-gedung yang tidak layak pakai dan lain sebagainya. Lebih mencengankan lagi kasus UN tahun lalu
yang pelaksanaannya semerawut. Tidak
bisa dipungkiri lagi dalam hal ini peserta didik menjadi pihak pertama yang
dirugikan.
Pendidikan
yang seharusnya menjadi hak seluh rakyat ternyata hanya tercantum pada aturan
undang-undang saja. Tindakan realnya masih jauh, banyak anak bangsa yang tidak
bisa mengenyam manisnya dunia pendidikan. Alasan yang sering kita dengar adalah
mahalnya pendidikan saat ini. Tak heran pendidikan menjadi sarana mencari
pekerjaan serta mencetak para lulusannya hanya sibuk mengurusi kepentingan
pribadi. Sungguh pendidikan di negeri ini telah menjadi kepanjangan tangan dari kapitalisme
(global). Jadi pendidikan seakan telah menjadi komoditi. Dengan artian, yang beruang
bisa merasakan dan yang tidak selamat jalan.
Di
negeri ini pendidikan menjadi komoditi, pada akhirnya berdampak pada
kesenjangan si kaya dan si miskin. Dalam dunia pendidikan, peserta didik telah
dicekoki dengan ajaran-ajaran kapitalisme. Sistem yang digunakan telah
membatasi ruang gerak para peserta didik. Hal ini tak lain karena para birokrat
pembuat kebijakannyapun merupakan tangan kanan kapitalisme.
Standarisasi
kelulusan menjadi momok yang menakutkan, karena proses bertahun-tahun tidak
menjadi jaminan kalau peserta didik akan keluar dengan predikat baik.
Standarisasi yang digunakan sebenarnya bukan untuk menciptakan kualitas lulusan
akan tetapi lebih kepada persaingan global dengan negara lain. Indonesia ingin
membuktikan kalau Indonesia juga tinggi standar kelulusannya seperti negara
lain. Tak heran jika anggaran untuk sekolah hanya habis untuk rapat menentukan
standarisasi bukan untuk menfasilatasi peserta didik supaya menjadi lulusan
yang berkualitas. Seperti yang termaktup dalam undang-undang.
Persaingan
kapitalisme global berdampak besar pada pendidikan di Indonesia. Bak jamur di
musim hujan, dimana pendidikan sekarang hanya mengikuti keinginan pasar,
pendidikan berorientasi menciptakan para lulusan yang bermental kuli.
Pendidikan di Indonesia selalu menyesuaikan diri dengan pasar, maka dari itu
sekarang ini sudah banyak program studi baru yang sangat spesifik, yang pada
dasarnya itu semua hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar kapitalisme yang butuh
akan tenaga-tenaga kuli.
“Kecil
bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga.” Sebuah kata cerminan
akan cita-cita para generasi bangsa saat ini. Ekonomi menjadi tujuan pokok
kenapa mereka harus mengenyam pendidikan. Sikap itulah yang nantinya akan
menjadikan para generasi bangsa menjadi kaum yang apatis dan individualis.
Dimana, semua ini merupakan dampak dari sistem pendidikan yang semakin tidak
jelas.
Melihat
pendidikan yang kacau balau serta keluar dari tujuan luhurnya. Kiranya penting
diadakan ruang-ruang alternatif untuk mengobati semua penyakit yang merasuki
dunia pendidikan kita. Supaya cita-cita luhur pendidikan bisa digapai tanpa
harus berpatron kepada institusi pendidikan yang telah menjadi corong kapital.
Pendidikan
alternatif merupakan sebuah keniscayaan untuk di terapkan. Pendidikan
alternatif tersebut merupakan wadah bagaimana peserta didik (mahasiswa/siswa)
bisa merasakan pendidikan yang sebenarnya. Seperti yang telah diperjuangkan oleh
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki
Hajar Dewantara. Pendidikan alternatifvakan menjadi obat
bagi peserta didik karena telah jenuh dengan pembelajaran di ruang kelas yang
bersifat doktriner. Sebuah pembelajaran yang hanya memberikan ketakutan serta
membatasi ruang gerak peserta didik untuk berkreasi.
Pendidikan
alternatif ini merupakan sebuah bentuk dimana, pendidikan tidak identik dengan
intitusi pendidikan dan kurikulum serta aturan. Akan tetapi, pendidikan
alternatif ini bisa dilakukan di luar gedung pendidikan, tidak ada kurikulum
yang mengikat bahkan peserta didik mempunyai hak kebebasan. Namun, pada intinya
yang diperjuangkan dalam pendidikan alternatif ini adalah bagaimana semangat
belajar tercipta bukan karena paksaan, tapi lahir atas dasar kesadaran, karena
peserta didik merasa semua itu adalah kebutuhan. []
No comments:
Post a Comment