Malang Menyelamatkanku Dari Kemalangan
AKU menyudahi
tarian jemariku merangkai kata demi kata. Bersama tenggelamnya senja, langsung
aku menuju kost temanku yang tidak begitu jauh dari tempatku berada.
Sesampainya, dengan sedikit basa-basi langsung aku menyampaikan maksud dan
tujuanku menemuinya.
"Saya
pinjam bukunya bos" langsung saja aku katakan keperluanku mendatanginya. Dengan
sedikit percakapan, dia langsug berdiri menjulurkan tangannya ke rak buku yang
tergantung ditembok kamarnya.
"Ini
kamu bawa, tapi besok pagi sudah harus ada ditangan saya" temanku
memberikan batas waktu peminjaman. Karena kelihatannya dia juga membutuhkan
keberadaan buku itu.
"Siap
bos, sepagi mungkin besok langsung saya hubungi" ucapku memberi keyakinan
bahwa besok pagi buku itu sudah ada ditangannya lagi. Padahal pagi adalah waktu
yang sulit untuk diajak beraktifitas, setidaknya buat orang-orang seperti kita
yang cenderung menghabiskan malam dengan seduhan kopi hitam.
Setelah
melanjutkan beberapa obrolan, lalu aku berpamitan untuk pulang. Di tengah
perjalanan gerimis datang menemani. Sekitar tinggal 5 menit perjalan, tepat di
atas jembatan sebelah kios yang tertata rapi disepanjang jalan, aku merasa ada
yang membumtuti dari belakang.
Kecurigaanku
benar, sebelum sempat menoleh ke belakang. Aku sudah harus berhenti dan
mematikan motor yang saya tunggangi. Bagaimana tidak, polisi sudah tegak di
depanku. Kulihat dia begitu siap memberi sanksi atas pelanggaran yang aku
lakukan.
Sambil
menjawab beberapa pertanyaan yang polisi sampaikan. "Siapa yang bisa
kuhubungi ya malam ini, untuk menyelesaikan urusan dengan polisi," gumanku
dalam hati. Karena untuk damai pun tak memungkinkan. Ya, tak ada sepeser uang pun.
Hanya tas berisi buku dan aku seorang. Mana bisa aku negosiasi lalu berdamai.
"Mana
surat-suratnya?" pertanyaaan pertama polisi itu aku jawab dengan tegas dan
tanpa rasa ragu sedikit pun.
"Di kost
pak." Jawabku.
"SIM-nya
mana?"
"Di kost
juga pak!"
"Kamu
juga gak pakai helm lagi"
"Ya pak,
di kost juga!"
Tanpa ragu
polisi itu melayangkan tangannya lalu mengambil paksa kunci motorku. Sambil
berkata, "wah kamu ini pelanggarannya banyak, sudah ayo didorong
saja". Dalam keadaan sedikit grogi, gigi motor belum juga netral padahal
sudah aku injak beberapa kali.
Melihat
keadaanku yang seperti itu, polisi itu melayangkan pertanyaan lagi padaku.
Lagi-lagi pertanyaannya aku jawab dengan tegas tanpa rasa ragu sedikitpun.
"Emang,
kamu dari mana mas?"
"Dari
kost temen pak, ambil buku untuk tugas besok pagi!"
"Kostnya
di mana?"
"Di
Gowok pak!"
Pak polisi
itu diam sejenak. Namun masih dalam keadaan muka geram, tapi aku biasa saja
menatapnya. Kuperhatikan, sepertinya polisi itu akan melayangkan pertanyaan
lagi. Belum selesai aku menebaknya. Ternyata benar, polisi itu bertanya lagi
padaku. Lagi-lagi aku jawab dengan tegas tanpa rasa ragu sedikit pun.
"Kamu
aslinya mana mas?"
"Saya
dari Malang pak!"
"Malangnya
mana mas?"
"Gondaglegi
pak!"
Mendengar
jawabanku itu, tiba-tiba polisi itu merubah mimik wajahnya. Yang tadinya seram,
langsung penuh dengan senyuman. Dengan senyuman itu dia berkata: "Oalah
mas, podo-podo wong Malange to." Mendengar itu aku diam saja.
"Emben-emben
ora usah diulangi maneh, yo wes ndang muleh!" Selanjutnya sambil tersenyum
polisi itu menancapkan gasnya lalu pergi. Entah terdengar atau tidak, aku
mengucapkan terima kasih mengiringi laju motornya. "Suwon pak!" []
No comments:
Post a Comment