Bingung yang Melanda

BINGUNG, hendak menuliskan apa di pada buku harian kali ini. Entah kenapa, kebingungan itu muncul tanpa memberi aba-aba. Seperti pencuri, dia masuk tanpa permisi. Membuat semua kata dan gagasan yang terangkum rapi berantakan tak bertepi.

Dalam kebingungan, saya masih mencoba dengan sekuat tenaga untuk melawannya. Saya mencoba yakin bahwa kebingungan itu sengaja mengganggu. Terus dan terus saya lawan arus itu. Tapi, semuanya sia-sia. Kebingungan itu malah berdiri tegak lalu menertawakan saya karena tak mampu menaklukkannya.

Sesekali terbesit dalam pikiran, apakah karena banyaknya aktifitas lalu menguras semua energi saya. Ah, itu bukan alasan yang bisa diterima oleh akal. Pikiran itu saya jawab sendiri. Begitulah, setiap prasangka dimentahkan oleh fikiran saya sendiri. Sebenarnya, ini semua adalah kebingungan dalam diri saya. Ya, hari ini, saya masih belum mampu menaklukkan diri saya sendiri.

Keputusan pun saya ambil, menutup pena dan menyudahi goresan demi goresan. Saya sudahi perbincangan dengan lembar-lembar tulisan para cendikiawan. Alunan musik pun sengaja saya lenyapkan agar mencapai sebuah ketenangan. Lalu, selayaknya orang yang tengah kecanduan, saya pastikan untuk menenggak secangkir kopi hitam dan menghisap rokok batang demi batang.

Berharap bisa lepas dari kebingungan dan mendapatkan ketenangan. Sungguh ini akan membutuhkan perjuangan. Tak sesuai harapan, kopi hitam itu memaksa saya mengingat kenangan. Manis gula yang dicampur seakan menjadi masalah baru yang sengaja disajikan untuk menambah kebingungan yang melanda diri ini. Ya, saat ini rasa kopi hitam tak senikmat biasanya.

Berbatang-batang rokok turut serta lakukan hal yang serupa. Saban kali saya hisap, rokok itu melaporkan kepedihan demi kepedihan. Huh, apa yang sebenarnya terjadi saat ini? Kenapa semuanya terasa sangat menyiksa? Apa yang bisa saya lakukan? Siapa yang bisa menemani saya? Dengan cara apa saya membuang jauh-jauh kebingungan ini?

Cukup panjang sudah saya rasakan semuanya. Saya pun benar-benar ingin menyudahinya. Kalau semua sudah tidak bisa melepaskan kebingungan yang melanda. Dengan jiwa dan raga yang tersisa akan saya hadapi semua. Saya masih yakin semua tersedia jalannya. Dan kebingungan yang melanda akan berubah menjadi ketenangan yang tiada tara. Di mana semua manusia akan merindukannya.

Sudahlah, saya adukan semua ini pada Tuhan. Dia pasti mendengarkan dan memberi jawaban. Meski bukan malaikat yang Tuhan kirimkan, setidaknya kebingungan ini hilang. Bagaimanapun juga, Tuhan yang Maha Oke teramat sangat mampu merubah kebingungan menjadi ketenangan. []

Sudut Kota Malam: Djogja.

Rumah Kedai, Kamis, 21 Mei 2015.

No comments:

Powered by Blogger.