Sepotong Asa, Berharap Ada yang Melanjutkan
![]() |
durspasi |
Hingga kapan,
semua ini akan usai. Tak cukupkah kedewasaan untuk menyelasaikan. Kenapa egois
selalu dominan. Padahal kita sadar, egois itu diciptakan. Egois itu tumbuh
besar karena warisan. Saya sadar, perbedaan itu akan selalu ada. Karena kita
juga terdiri dari beragam kepala. Kepentingan dan tujuan hidup pun takkan
mungkin seirama.
Ternyata kita
tak cukup dewasa menyikapi semua persoalan. Kekalahan yang hadir selalu
dimaknai karena ada penghianatan. Sedangkan kemenangan yang diraih selalu
dimaknai karena kita berhasil menerapkan strategi mematahkan. Bagaimana akan
lahir sebuah perubahan, jika yang salah penting untuk disingkirkan. Sedangkan
yang benar selalu merasa perlu melakukan pembersihan. Bodohnya, untuk duduk
bersama membicarakan dengan hati dingin tak pernah dilakukan. Semua merasa sok
benar dan pantas suaranya didengarkan.
Kita selalu
bicara masa depan, masa depan yang seperti apa? Masa depan keegoan yang hendak
diwariskan untuk generasi selanjutnya? Sadarkah, itu semua kesalahan yang kita
anggap sebagai kebenaran.
Kita bicara
alamiah dalam proses, proses yang bagaimana? Sedangkan kita enak bercumbu
dengan para senior yang menjadi kiblat masing-masing. Kita lupa dengan
kenikmatan kopi yang telah dihidangkan. Kita lupa karena janji masa depan yang
ditawarkan.
Kita selalu
bicara keluarga, bohong. Keluarga macam apa yang kita teriakkan? Sedang di
belakang kita saling menggunjing dan merumuskan gerakan untuk saling
mematahkan.
Kita selalu
bicara kaderisasi, bulsyit. Kaderisasi yang seperti apa yang kita tawarkan?
Jika diskriminasi selalu menjadi pertimbangan karena alasan keberlangsungan.
Jika acuannya
masa depan, proses, keluarga dan kaderisasi. Kenapa kita melakukan tindakan
yang sepihak. Ternyata, kita tak sepenuh hati ingin memperbaiki organisasi ini.
Ada ambisi pribadi, ada egoisme pribadi yang selalu kita selipkan dalam setiap
kerja keorganisasian.
Kita tidak
pernah sadar, bahwa pertarungan di luar lebih terang dari pada persoalan sepele
yang kita pertentangkan. Bagaimana kita bisa duduk bersama, jika setiap
pertimbangan selalu lahir dari orang yang menurut kita bisa dipercaya. Bohong
semuanya, niat baik yang diteriakkan hanyalah untuk melanggengkan permusahan.
Kita bangga menanamkan kebencian satu sama lain. Sudah, tak perlu mengelak. Ini
adalah kenyataan yang kita lakukan.
Sengaja
sahabat, saya tuliskan ini semua. Jujur, saya sudah tak cukup wadah untuk
menampungnya. Hati ini terlalu kecil untuk menyimpan keburukan yang bersarang.
Ah, begitu kita masih sombong dengan dada membusung. Dengan enteng kita katakan
semuanya adalah seleksi alam. Masih saja kita bersembunyi di balik kebohongan.
Ternyata kita tak lebih baik dari seorang bajingan.
Coba lihat
sahabat, bagaimana adik-adik kita. Mereka saling menghujat satu sama lain tanpa
mengerti duduk permasalahan. Tanpa rasa bersalah mereka saling menyebut
penjahat. Bahasa budak biasa mereka gunakan demi mengklaim dirinya benar.
Kebencian itu mereka tampakkan tanpa memikirkan dampak ke depan.
Dulu, mereka
berada dalam satu balutan senyuman. Bergandengan tangan menuju masa depan.
Secangkir kopi hitam mampu menyatukan pikiran untuk agenda keberlangsungan.
Sungguh indah sekali dipandang.
Kini, tanpa
ada alasan mereka berada dalam satu atap beda ruang. Saling menghasut mencari
sahabat untuk kepercayaan. Apalah arti dari semua ini. Senyuman mereka terlihat
terpaksa untuk keluarkan. Tawa mereka timpang setelah berada di belakang. Kita
masih saja bicara mana yang benar. Kita tak pernah sadar, apa yang kita lakukan
berdampak pada kesenjangan.
Kini tak ada
gunanya kita bicara manis dalam segala hal. Jika hati kita masih mempunyai niat
untuk saling menjegal. Kita selalu berteriak "berpolitklah yang
bersih". Padahal cara yang kita lakukan kotor. Anehnya, kita memaksa seorang
sahabat lain, sahabat yang tak seharusnya dilibatkan dalam hal ini. Ternyata
kita tak cukup dewasa dalam menyikapinya.
Maaf sahabat,
saya muak dengan semua ini. Saya sudah jijik dengan nafsu-nafsu hewani kalian.
Sadarkah kalian, apa yang kalian lakukan tidak murni dari hati nurani kalian.
Kalian sengaja dijadikan alat tanpa diperalat.
Cukup sudah
saya kehilangan sahabat-sahabatku, kini saya harus kehilangan adik-adikku.
Sekejam itukah berproses di organisasi ini. Saya merasakan betul, saya dijauhi
tanpa mau menjalaskan kenapa dia sudah tak peduli. Ingat sahabat, sampai kapan pun
organisasi ini akan seperti ini. Karena merubah itu tidak harus saling
menyingkirkan. Tapi, yang salah diperbaiki, duduk bersama dan kita selesaikan
dengan sekian pertimbangan yang ada. Dan kita sama-sama egois dalam hal ini.
Kejadian ini,
semoga menjadi pelajaran penting bagi kalian – adik-adiku. Masih banyak asa
yang terpendam. Segudang cita-cita pergerakan masih berceceran. Dengan rasa
malu aku ingin menyampaikan, bahwa aku gagal dalam semua ini. Aku tak cukup
mampu untuk menjadikan organisasi ini lebih maju. Aku dan sahabat-sahabat semua
terlena dengan egois masing-masing.
Adik-adikku,
kesempatan itu tak akan terulang kembali. Ini adalah jalan terjal proses yang
harus dilalui. Kegagalanku tak bisa kubayar, kecuali untuk dikenang dan dimaki
tanpa ampun. Kini, kalian menempati ruang proses itu. Dalam hatiku tumbuh
keyakinan, bahwa kalian tidak akan sepertiku – seperti sahabat-sahabatku.
Kalian akan mampu menjadikan organisasi ini lebih baik. Kalian akan
memanfaatkan ruang proses ini dengan segala aturan yang ada. Kalian akan
melangkah bersama, kalian akan selalu bergandengan tangan – karena kalian
dididk untuk berkeluarga. Pada kalian aku titipkan asa yang tertelan oleh keegoan.
Selamat
berproses, adik-adikku. Selamat menikmati indahnya kebersamaan. Kelak kalian
akan tau bahwa ambisi pribadi dalam organisasi itu tidak penting diperjuangkan.
Organisasi itu luhur, jangan pernah menggap mainan – apalagi menjadikan arena
permainan dengan segala kepentingan. Yang seperti itu hanya sesaat, sekejap
lalu yang tersisa hanya hujat. Pertanggungjawabaan kelak itu bukanlah omong
kososng, semua amanah akan ditagih oleh Tuhan. Untuk itu, apapun yang baik
silahkan ambil, dan yang buruk silahkan disisihkan. Pada kalian, adik-adikku, dinasti kepentingan
berbalut kebohongan ini kutitipkan. Buktikan, bahwa kalian mampu meruntuhkan
kesombongan dan keangkuhan yang telah menjadikan organisasi ini seperti arena
perjudian. Kakak-kakakmu gagal melakukan itu, apakah kalian masih melanjutkan
itu? [Abdul Rahman Wahid]
NB: Catatan ini aku tulis pada dua hari setelah RTA masa khidmat
kepengurusan 2013-2014 di rumah pergerakan yang memberikan sejuta kenangan dan
pelajaran, dan tak mungkin kudapatkan di bangku perkuliahan.
No comments:
Post a Comment