Kotangsu Min dan Kang Ihin

Sebuah Catatan Terakhir Sebelum Menuju Kampung Halaman

Lebaran semakin dekat, puasa tinggal beberapa hari lagi. Satu persatu teman sudah menginjakkan kaki di kampung halamannya. Menikmati sisa puasa bersama keluarga tercintanya. Namun, kondisi ini tak menghalangi kita menikmati kopi. Di malam hari, dengan orang yang masih tersisa. Kita manfaatkan untuk menikmati dengan menyeruput kopi Djogja. Itulah, cara kita menikmati malam di bulan suci Ramadan, bulan yang penuh dengan Cinta.

Pada sebuah warung gubuk sedikit reok Kang Ihin menatap segelas kopi yang tersaji di mejanya dengan penuh nafsu yang membara. Begitu nafsu dia memandang kopi dengan menggunakan hasrat libidonya. Entah apa yang terjadi padanya. Malam itu dia benar-benar berbeda dari biasanya. Seakan kopi adalah teman bercengkerama dalam menyalurkan hasrat kelelakiannya.

"Wah, ini baru hal baru tentang pandangan kopi." Emon memberi komentar akan keberadaan Kang Ihin dalam menatap kopi.

"Maksutnya?" Ucapan refleks Akdhom mengemuka seakan tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Emon.

Hahaha, tawa lepas seketika itu menghiasi forum perbincangan. Entah apa yang mendasari mereka tertawa lepas seperti itu. Apa karena pertanyaan Akdhom yang menurut mereka pertanyaan bodoh. Atau mereka semua juga tak mengerti kenapa tertawa lepas seperti itu. Ya, kadang kita merasa aneh dengan perbincangan kita sendiri.

Disisa tertawanya, Damar mengambil alih pembicaraan dan mencoba menjelaskan apa yang terjadi. "Jadi gini teman-teman, malam ini teman kita sedang berada pada titik puncak memahami kopi." Damar mengawali pembicaraanya dengan tampang sedikit serius.

Kali ini semua mata tertuju pada Damar. Mendapati suasana itu, Damar semakin menampilkan tampang seriusnya. Ya, kira-kira mirip pembicara dalam sebuah seminar. Bahkan ini mungkin lebih serius, lebih kondusif dari pada seminar yang pernah kita ikuti.

Tanpa basa-basi Damar mempresentasikan tentang keberadaan Kang Ihin dalam kondisi puncak memahami kopi. "Coba kalian lihat, barisan cangkir kopi di meja ini. Ada yang berbeda gak?" Sebuah pertanyaan awal itu dijawab serentak oleh forum, "Ya."

"Kira-kira apa yang berbeda dari barisan cangkir kopi ini?" Damar mencoba meminta alasan dari jawaban seretak yang muncul.

Mewakili forum, Emon mencoba memberi jawaban singkat atas pertanyan Damar. "Ada satu yang berbeda dari barisan kopi ini. Lihat kopi pesanan Kang Ihin, kopi pesannya tidak tersaji dengan cangkir seksi seperti punya kita. Kopinya disajikan dengan gelas tanggung yang terbuat dari kaca. Kalian tau nama kopi itu? Kopi itu adalah menu kopi yang biasa kita kenal dengan istilah Kotangsu Min. Racikan kopi yang memadukan antara kopi bubuk, air dan susu kaleng.

Dengan takaran kopi dan susu yang seimbang, disajikan dengan gelas tanggung, tanpa gula seperti halnya kopi yang lainnya. Itu yang dimaksud dengan Kotangsu Min, Min itu maksutnya tanpa gula." Dengan begitu fasihnya Emon menjelaskan persoalan kopi, sedikit mirip tester memang orangnya.

"Hubungannya dengan Kang Ihin apa? Apa karena sajian kopi itu dia melihatnya dengan penuh nafsu. Aneh banget, gak rasioanal yang seperti itu. Pasti dia punya masalah yang dipendam. Kalau hanya persoalan Kotangsu Min, gak mungkin dia seperti itu. Buktinya, kesehariannya biasa-biasa aja. Baru malam ini dia menatap kopinya dengan tatapan gila." Akdhom memberi respon, bahwa pemaparan Emon gak ada hubungannya dengan kondisi temannya, Kang Ihin.

Melihat forum sudah tak kondusif, semuanya memberi komentar. Damar mengambil alih pembicaraan. "Sudah-sudah, tak perlu seserius itu. Kita semua kan cuma mencoba menafsiri kondisi teman kita. Jadi semua komentar kalian bisa jadi benar, bisa jadi tidak. Alangkah baiknya kita tanyakan langsung kepada Kang Ihin sebagai orang yang sedang kita perdebatkan. Biar semuanya terang dan tak ada dusta diantara kita."

Tapi, Damar melanjutkan, sebelum kita tanyakan padanya. Saya akan mencoba menyampaikan unek-unekku dulu terkait kondisi ini. Pertama, bisa saja keberadaan Kotangsu Min adalah penyebab utama Kang Ihin seperti itu. Sajian Kotang dan Susu mampu membuat hasrat libidonya naik. Sehingga wajar, dia begitu klimaks menatap sajian kopi susu pada gelas tanggung yang berdiri tegak dihadapannya.

Kedua, kemungkinan memang ada masalah yang tengah melandanya. Tak mampu menyampaikan, akhirnya dia luapkan curahan itu dengan menatap kopi susu yang talah dipesannya.

Ketiga, bisa jadi ini faktor bulan puasa. Karena seharian bibirnya tak basah oleh kopi kesukaannya, karena nikmatnya dia sampai menggunakan tatapan gilanya. Liar biasa.

Terakhir, Damar menyampaikannya dengan sekitit menyisipkan senyuman disetiap kata yang dia keluarkan dari mulutnya. Bisa jadi ketiga-tiganya bohong, dan itu hanya cara bercanda kita aja dalam mengisi kekosongan di meja warung kopi. Nah, kalau yang terakhir ini benar. Kita tak perlu mempersoalkan keberadaan Kang Ihin, cukup dilihat saja, toh dia emang kayak gitu dalam mengekspresikannya.

"Hahahahaha, emang kita ini benar-benar liar biasa, hal semacam ini saja bisa diperbincangan dengan sekian alasan yang panjang." Timpal Akdhom sambil tertawa lepas yang akhirnya disambut tawa semuanya.

"Eh, eh, tunggu dulu. Bagaimanapun juga Kang Ihin tetap harus menyampaikan tentang kondisinya." Damar berkata lagi seakan sepatah kata temannya itu layak didengarkan.

"Ya, ya, itu benar. Monggo Kang." Emon mempersilahkan Kang Ihin mengiyakan tawaran Damar.

"Kalian ini, ada-ada saja." Dengan gaya khasnya, kata pertama yang keluar dari Kang Ihin membuat forum tersenyum nyinyir.

"Gini ya, semua yang kalian sampaikan itu tidak ada yang benar. Kalian hanya ingin negerjain aku saja. Memang kalian ini, kalau sudah gak ada pembahasan. Orang terus yang dikerjain. Sekali-kali mbok dinikmati kopi itu sambil hisap rokoknya. Rasakan nikmatnya, lalu hadapkan alam pikiran kalian kepada Tuhan. Sungguh luar biasa nikmat yang telah Dia berikan." Selayaknya para Da'i yang mengisi ceramah Ramadan begitu Kang Ihin memberikan tanggapan.

"Iya bebeb." Serentak jawaban itu muncul dari forum dengan gaya menirukan Kang Komar di adegan Preman Pensiun.

Sambil menahan tawanya, Kang Ihin berkata dengan mengangkat kedua tangannya. "Nikmat Tuhan mana lagi yang kalian dustakan?."

"Iya bebeb." Jawaban serupapun terlontarkan. Akhirnya, forum itupun dipenuhi dengan tawa terpingkal-pingkal.

Diakhir, semua ini kita lakukan hanya sebagai sarana perpisahan. Ya, semua dari kita sudah mempunyai jadwal pasti untuk menginjakkan kaki di kampung halaman. Ya, inilah cara kita membingkai perpisahan dengan menikmati kopi bersama. Minikmati setiap seruputan dengan penuh canda dan tawa. Yang akhirnya, semua ini akan menjadi modal besar setelah lebaran untuk meluapkan sebongkah kerinduan.

Salam buat keluarga di rumah. Oleh-olehnya juga jangan lupa. Karena itu akan menjadi hal manarik selain persoalan kerinduan yang sudah menggunung. [Abdul Rahman Wahid]

Kopi Paste

Djokjakarta, 09 Juli 2015

No comments:

Powered by Blogger.