Catatan Muktamar NU ke-33 (1)
MUKTAMAR NU
ke-33 di Jombang adalah Muktamar NU yang saya hadiri pertama kali. Maklumlah,
saya merupakan warga Nahdliyin yang bisa dibilang masih awal mengenal NU.
Bahkan saya mengenal NU bisa dibilang lambat. Meskipun secara amaliah, apa yang
dilakukan NU sudah menjadi kebiasaan sehari-hari di tanah kelahiran. Artinya,
masih banyak hal yang harus saya ketahui tentang NU itu sendiri.
Pada
awalnya, menghadiri Muktamar NU di Jombang hanya sebatas ingin menyaksikan
keramaian saja. Saat itu saya berpikiran bahwa pembukaan Muktamar ini sungguh
meriah ruah karena dihadiri sekian tokoh dari berbagai kalangan bahkan dari negara
luar. Akhirnya, saya pun memastikan untuk menghadiri Muktamar tanpa ada
agenda mau ngapain di Jombang. Ya, sederhananya ke Jombang saya cuma mau pindah
tempat ngopi saja.
Muktamar
menjelang beberapa hari saya dihubungi salah satu sahabat dari Jogja. Kira-kira
isi pesannya itu mengajak saya untuk daftar di Musyawarah Kaum Muda NU yang
akan dilaksanakan pada hari kedua dan ketiga. Alasannya sederhana, agar kepergian
ke Jombang tidak cuma ngopi saja, ada kegiatan yang hendak diikuti. Langsung
saya eksekusi rekomendasi sahabatku. Akhirnya, saya langsung menuju ke
Universitas Wachab
Chasbullah (Unwaha), tempat dimana Musyawarah Kaum Muda NU akan digelar.
Masih pada
niat awal, meskipun jarak alun-alun Jombang jauh dari tempat penginapan. Saya
dan sahabat-sahabat memaksakan diri untuk ikut menyaksikan pembukaan Muktamar
NU ke-33. Meskipun harus berdesak-desakan dengan para Nahdliyin, saya tetap memaksakan diri masuk ke
alun-alun. Keringat menetes karena di sana terjadi saling dorong. Namun hal itu
bukan suatau halangan, saya tetap harus bisa menyaksikan dengan mata telanjang
bagaimana antusiasme puluhan ribu Nahdliyin memadati alun-alun. Hasilnya, saya
puas dengan semua ini. Saya merasa benar-benar lega mampu berdiri di
tengah-tengah Nahdliyin dari berbagai penjuru Nusantara.
Pembukaan
masih kurang satu jam lebih, saya sudah mencari posisi di tengah kerumunan para
Nahdliyin. Cukup panas dan melelahkan, namun sungguh menyenangkan dan
kebanggaan tersendiri merasakan ini semua. Sambutan riuh tepuk tangan para
Nahdliyin menjadi irama salam pembuka yang luar biasa. Tatkala ribuan paduan
suara yang sebagian besar adalah para perempuan, gelombang tangan para
Nahdliyin bak ombak di lautan. Sungguh Jombang saat itu telah menjadi lautan
santri.
Saat MC
sudah membuka Muktamar dan membacakan rangkaian acara. Sejak itulah semua mata
tertuju pada panggung megah yang penuh dengan akserosis NU. Meskipun yang
mereka saksikan adalah tiga layar. Karena forum sebenarnya adalah tenda besar
(ruang utama) dimana semua petinggi NU dan Negara duduk dengan begitu khidmat.
Lagi-lagi persoalan itu tak menyurutkan warga Nahdliyin berdesak-desakan menyaksikan
bagaimana prosesei pembukan Muktamar NU dilaksanakan.
Pada layar,
tampak H. Syaifullah Yusuf ketua panitia wilayah yang juga wakil Gubernur Jawa
Timur (Jatim) berdiri
tegak akan memberikan sambutan. Salamnya pun dijawab dengan riuh para
Muktamirin. Saat pria yang akrab dipanggil Gus Ipul itu menyampaikan
sambutannya. Begitu terasa aura NU disana. Ya, sambutannya dikemas dengan
beragam guyonan, mungkin itulah salah satu pembeda NU dengan organisasi
lainnya. Meskipun forum serius, orang NU mampu menyelipakan humor di dalamnya.
Dan perlu diakui, tidak semua orang mampu melakukan itu.
Saya
langsung beranggapan, bahwa humor yang dilontarkan oleh Gus Ipul benar-benar
cerdas. Memakai celana dalam sambutannya, Gus Ipul dengan tenang mengatakan.
Kalau pak Presiden Jokowi memakai sarung karena menghormati NU. Justru Gus Ipul
memakai celana karena menghormati Presiden. Satu persatu intrikan Gus Ipul
dilontarkan pada tamu-tamu yang hadir di Muktamar.
Pembacaan
puisi yang hingga menyentuh hati dari penyair bersarung KH. D. Zawawi Imron dan
beberapa penampilan menyambut Muktamar. Dengan nada ringan Gus Ipul mengatakan
bahwa beliau yang telah melatih semuanya. Perkataannya itu langsung disambut
dengan tawa para Muktamirin yang ada. Selanjutnya, Gus Ipul mengenalkan satu
persatu panitia inti yang terlibat penuh dalam suksesi Muktamar tersebut.
Lagi-laagi di tengah memperkenalkannya Gus Ipul tidak lupa menyelipkan
joke-joke sehingga Muktamirin tak mampu menahan tawanya.
Suasana
semakin tidak kondusif. Aksi saling dorong antar Muktamirin pun terjadi. Ya semua itu karena
ingin berada di depan untuk menyaksikan secara langsung proses pembukaan
Muktamar. Disusul teriakan-teriakan yang semakin mengaburkan suara, sehingga
sulit ditangkap oleh telinga. Namun hal itu tak menyurtkan para Muktamirin
untuk keluar dari zona pengap alun-alun. Sungguh kecintaan luar biasa pada NU
bisa kita saksikan dari antusiasme mereka yang tak mengenal lelah.
Disela-sela
teriakan bercampur aksi saling dorong, saya sempat mendengar joke dari sambutan
Gubernur Jawa Timur, Pak De Karwo. Pada sambutannya beliau memohon maaf kepada
Presiden. Karena sebagai Gubernur beliau tidak bisa mengontrol orang-orang yang
tergabung dalam IGGI (Ikatan Gus Gus Indonesia). Sambil tertawa beliau menyebut
nama Gus Mus. Muktamirin pun langsung tertawa mendengar
sambutan Gubernur Jatim tersebut.
Melihat
kondisi yang semakin tidak kondusif, pengap dan panas bahkan kaki yang begitu
terasa kaku karena tak ada ruang untuk bergerak. Saat itu pula saya memutuskan
untuk keluar dari keruman Muktamirin di alun-alun Jombang. Butuh perjuangan
ekstra untuk bisa sampai ke gerbang dan benar-benar memastikan sudah aman dari
zona kerumunan. Alhamdulillah, dengan sedikit memeras tenaga saya mampu keluar
dari kerumunan tersebut dengan nafas lega.
Sayapun
menghembuskan nafas dengan kencang sebagai bentuk kegembiraan yang sulit
kubahasakan. Sambil lalu mataku meyoroti jalan yang bisa kulewati tanpa harus
berhimpit-himpitan. [ABDUL RAHMAN WAHID]
No comments:
Post a Comment