Catatan Muktamar NU ke-33 (2)
Tepat saat orang nomor satu Joko Widodo dipersilahkan menaiki panggung Muktamar untuk memberikan sambutan, saya masih berada di tengah jalan mencari sahabat-sahabat yang sudah menunggu di lesehan. Cukup lama saya mencari tempat itu, hingga akhirnya saya temui mereka sedang asyik menikmati kopinya. Wah, ekspresi bahagia pun saya tampilkan. Dalam hati saya berkata, akhirnya saya bisa menyeruput kopi dengan santai.
Di lesehan inilah sambil menikmati kopi saya menikmati acara lanjutan pembukaan Muktamar NU ke-33. Tidak ada kutipan penting yang bisa saya ambil dari sambutan-sambutan selanjutnya. Semua itu terjadi karena akses suara sudah tidak sampai kepada telinga. Hanya obrolan demi obrolan yang bisa didengarkan. Namun, saya merasa bahagia sekali menjadi bagian dari keluarga besar organisasi yang dilahirkan di Jombang tersebut.
Sambil menikmati kopi dan menghisap rokok, saya dan sahabat-sahabat mencoba memperbincangkan kondisi Muktamar tersebut. Ya, banyak hal yang kita bicarakan dari forum santai tersebut. Mulanya kita mengawali dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Beliau menjadi perbincangan lantaran kehadiran beliau dengan mengenakan sarung. Ini sejarah, bahwa Jokowi adalah Presiden pertama yang menghadiri Muktamar NU dengan mengenakan sarung.
Sambil lalu membicarakan Jokowi kita juga membicarakan siapa yang akan memegang kursi kepemimpinan NU lima tahun selanjutnya. Kita juga membicarakan produk-produk hukum yang akan dihasilkan dari agenda lima tahunan NU. Yang paling kita soroti adalah persoalan BPJS, karena beberapa hari sebelum Muktamar digelar. MUI mengeluarkan fatwa bahwa praktik BPJS dinilai haram, lantaran akadnya tidak sesuai dengan syariat Islam. Menariknya, NU memfatwakan bahwa BPJS sudah sesuai dengan syariat Islam. Dan keputusan tersebut benar-benar dikukuhkan disidang pleno bahsul masail NU. Sempat ada celetukan dari sahabat, bahwa MUI sudah meralat fatwanya. Forum santaipun langsung dipenuhi tawa bersama.
Di tengah tawa yang luar biasa, suara kembang api terdengar dari belakang panggung akbar Muktamar NU ke-33. Semua matapun tertuju pada arah dimana kembang api tersebut dibakar. Luar biasa, seakan kita berada pada penyambutan tahun baru. Meriah sekali perayaan Muktamar ini. Cukup lama kembang api itu menghiasi suasana Muktamar dengan beragam corak ledakan. Semua Muktamirin menikmati itu dengan senang gembira. Bahkan ada yang tak mau melewatkan momen itu dengan cara mendokumtasikan melalui video yang ada di-HP-nya.
Tatkala kembang itu menyemprotkan pancaran terakhirnya, saat itu pula kami bersiap-siap untuk menuju tempat penginapan. Karena perjalanan menuju tempat dimana motor diparkir cukup jauh, kami manfaatkan untuk sesekali berhenti mencari akseroris Muktamar yang dijual di sepanjang jalan. Namun, sepanjang perjalan itu tak ada satupun aksesoris yang kita beli. Hingga sampai pada tempat penginapan tak ada satupun aksesoris Muktamar berada digenggaman tangan.
Akhirnya, sebelum memutuskan untuk memejamkan mata. Kita bersepakat bahwa besok hari, jika ada waktu luang kita akan belanja aksesoris bersama-sama. Ya, karena itu adalah niatan utama kita menghadiri Muktamar NU ke-33, menyaksikan kemeriahan suasana Muktamar dan membeli beberapa aksesorisnya untuk dijadikan kenang-kenangan. Bagaimanapun juga, Muktamar NU ini dilaksanakan lima tahun satu kali. Bisa jadi di Muktamar NU-34 kita tidak bisa hadir dan menyaksikannya dengan penuh cinta. Namun, semoga saja itu tidak terjadi. Bagaimanapun juga secara pribadi, saya berharap dan berdo'a agar di Muktamar NU selanjutnya saya berkesempatan menghadirinya kembali. Amin Ya Robbal 'Alamin. [Abdul Rahman Wahid]
No comments:
Post a Comment