Catatan Muktamar NU ke-33 (3)
SESUAI registrasi yang direkomedasikan oleh sahabat. Sayapun
ikut forum Musyawarah Kaum Muda NU yang digelar di halaman Universitas Wachab Chasbullah (Unwaha).
Sebelum melakukan registrasi ulang peserta, saya bertemu dengan para sesepuh
atau orang tua yang dulu juga merasakan pahit manisnya berproses di PMII
Yogyakarta, khususnya Rayon Ashram Bangsa. Tempat dimana PMII menjadi
organisasi mahasiswa yang besar di
lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Beliau-beliau hadir dari berbagai penjuru, ada yang dari
Yogyakarta, Malang, Bandung, Jakarta, Banywangi, Palembang hingga Kalimantan.
Beliau-beliau juga beragam profesi, mulai dari akademis, penulis, budayawan, pejabat
negara, pegawai swasta, LSM hingga pengasuh pesantren. Ya, mereka berkumpul
seakan forum itu adalah forum temu kangen. Terlihat begitu bahagia sambil lalu
bercerita pengalaman masa lalunya hingga pengalaman diprofesinya masing-masing
yang tengah digelutinya.
Tidak hanya itu saja, saya juga bisa bertemu dengan
orang-orang yang luar biasa di Musyawarah Kaum Muda NU tersebut. Semisal, Prof.
Ahmad Erani Yustika mantan moderator debat Capres pada Pilpres kemarin. Ini
adalah ahli ekonomi kedua, dimana saya bisa satu forum setelah sebelumnya saya
pernah merasakan satu forum bersama Prof. Dr. Henri Saparini, Direktur Econit.
Selain itu, saya juga berkesempatan berjabat tangan dengan
putri Presiden ke-4 RI, Alissa Wahid. Ya, momentum itu bisa kuulang kembali
setelah cukup lama saya tidak mengikuti forumnya. Terakhir yang saya ingat,
pada saat beliau diundang di Auditorium Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
dalam pengumuman juara lomba film dokumenter "Pemuda Bicara Gus Dur".
Sempat sebenarnya saya mengahadiri forumnya di Padepokan Hijau LKiS yang
diadakan Gusdurian Yogyakarta, namun saat itu saya tak berkesempatan untuk
menjabat tangan beliau. Yang membuat saya terpana saat di Musyawarah Kaum Muda
NU adalah saat beliau terlihat begitu sibuk dan bersemangat, bahkan beliau tak
memakai alas kaki alias nyeker. Sungguh luar biasa.
Namun, saya sangat menyayangkan karena saya tak bisa mengikuti
setiap forum yang disediakan. Ya, forum-forum dibagi per-komisi. Akhirnya,
sayapun harus menentukan pilihan untuk memilih salah satu forum yang paling
saya minati. Padahal, keinginan untuk menimba ilmu dari beliau-beliau sangat
bergejolak. Terutama, ketika bisa menyaksikan penjelasan secara langsung dalam
satu forum. Karena hal itu sangat berbeda rasanya, daripada mengikuti beberapa
karya-karya yang telah beliau tuliskan. Melalui satu forum biasanya kita
mendapat penjelasan yang berbeda dengan apa yang kita pahami saat membaca
karyanya.
Sungguh kesempatan luar biasa bagi saya. Perbincangan demi
perbincangan pun dengan beliau terjadi. Hingga akhirnya obrolan sampai pada buku
Islam Nusantara. Seketika itu pun saya sontak beratnya harga buku tersebut.
Ternyata, uang yang pas-pasan masih harus berpikir ulang untuk ditukar dengan
buku yang sebenarnya sangat saya inginkan.
Keberadaan itu membuat kita memutar otak. Selanjutnya, dengan
sedikit tersenyum kita menawar harga buku itu dengan diskon 80%. Tawar menawar
paling gila saya rasa. Begitu terlihat kalau keinginan sebenarnya bukan
membeli, tapi hendak memintanya. Ya, itulah kita. Selalu banyak cara kalau
persoalan yang beginian. Apalagi sama orang tua sendiri. Bisa dibilang kita
sudah cukup mahir persoalan memiliki buku tanpa mengeluarkan uang sepeserpun,
cukup dengan negosiasi dan semacamnya.
Perlakuan kita ditanggapi dengan gelak tawa. Mungkin
beliau-beliau melihat kita sangat begitu lucu. Atau mungkin beliau-beliau
teringat masa lalunya. Saat beliau-beliau mengalami proses seperti kita. Ya,
kira-kira apa yang kita lakukan, sudah lebih dulu dilakukannya. Tak ada jawaban
pasti setelah tawanya reda. Wah, kitapun sudah beranggapan gagal melakukan
pendekatan. Saat itu juga sempat terpikir bahwa kita tidak mungkin membawa buku
Islam Nusantara ke kota istimewa, Yogyakarta.
Sedikit melupakan keinginan untuk memiliki buku. Kita hisap
sebatang rokok yang sambil menikmati kopi khas Jombang. Disela-sela obrolan,
akhirnya ucapan menggembirakan muncul dari salah satu orang tua kita. Beliau
berkata bahwa sebagai tim penulis beliau dapat jatah beberapa buku.
Untuk itu,
beberapa buku itu akan beliau berikan kepada kita. Nah, kita pun langsung
cengar-cengir mendengarkannya. Ternyata, keberhasilan negosiasi itu hanya
persoalan waktu saja. Hahaha
Terima kasih atas semuanya yang telah diberikan kepada kita,
khususnya saya. Baik itu berupa buku, ilmu bahkan kesempatan untuk mendengarkan
cerita-cerita perjuangan yang pernah dilakukan. Salam takdzim dari anakmu.
Berharap jenengan-jenengan semua masih bersedia selalu membimbing kita. Semoga
kesempatan ini akan terulang dikemudian hari. Amin Ya Robbal 'Alamin. [ABDUL RAHMAN WAHID]
No comments:
Post a Comment