Menangkal Radikalisme
RADIKALISME tengah mengancam stabilitas
dunia, aksi teror bom Paris menjadi bukti bahwa radikalisme masih menjadi
masalah yang belum terselesaikan. Anehnya, semua tindakan teror yang terjadi
selalu melibatkan agama, dalam hal ini Islam. Hari ini, ISIS menjadi gerbong
bagaimana kekerasan atas nama agama dilakukan.
Di Indonesia radikalisme atas nama agama
sudah terlalu sering kita dengar. Dengan alasan jihad kekerasan dianggap halal
untuk dilakukan. Misi yang selalu diteriakkan adalah khilafah
Islamiah, ideologi ini dianggap solusi untuk memperbaiki
negeri. Bahkan, kelompok ini dengan terang-terangan menolak Pancasila yang
sudah final sebagai falsafah bangsa.
Teriakan khilafah Islamiah yang ada harus dipahami secara utuh. Mengingat
gerbong gerakan Islam Transnasional
adalah negara petro dollar. Artinya,
misi utama dari Islam Islam Transnasional
adalah menguasi pasar dunia. Dalam hal ini, agama dalam bentuk negara Islam
hanyalah cara untuk memuluskan tujuannya. Isu agama (Islam) cukup signifikan di
Indonesia. Bagaimapun Indonesia adalah negara dengan populasi pemeluk Islam
terbanyak di dunia.
Selanjutnya, radikalisme agama di Indonesia
selalu menemukan momentum karena kondisi bangsa yang memungkinkan. Pengetahuan
tehadap identitas bangsa dan ekonomi selalu menjadi celah aliran garis keras
melakukan infiltrasi di masyarakat. Dalam hal pengetahuan identitas negeri,
bangsa ini terpotong dalam memahami sejarah. Penggalian akar dari Nusantara
hingga terbentuk Pancasila adalah bukti bahwa Indonesia bukanlah negara agama,
tapi Indonesia adalah negara yang berdiri di atas agama-agama.
Jika ini tidak dipahami sebagai identitas
bangsa, maka kelompok radikalisme yang cenderung menolak eksistensi tradisi
mudah menyusup kesemua lini. Pemahaman literalistik-tertutup membuat kelompok
radikalisme menolak keberagaman sebagai kekayaan bangsa. Tafsir tunggal agama nan dangkal menjadi legitimasi setiap tindak
kekerasan yang dilakukannya. Padahal, tidak ada satupun agama yang menghalalkan
kekerasan. Semua agama hadir atas nama perdamaian.
Celah selanjutnya adalah ekonomi. Ini
selalu menjadi persoalan pelik di bangsa Indonesia. Hingga pergantian pemimpin
yang kesekian kali, ketimpangan ekonomi belum juga teratasi. Ekonomi selalu
menjadi persoalan statistik semata. Bukan bagaimana mengangkat taraf hidup
manusia. Ketimpangan ini bisa dilihat dari segelintir orang yang menguasi
sekian kekayaan alam yang ada.
Perlu dipahami bahwa kelompok radikalisme
selalu menggunakan iming-iming perbaikan ekonomi. Dengan sekian dana yang
dimiliki, kelompok radikalisme dengan mudah menyusup kesemua sektor kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi yang kelaparan, masuk
dengan membawa makanan lebih bisa diterima daripada ceramah keagamaan.
Untuk itu, menangkal radikalisme di
Indonesia tidak serta merta persoalan pemantapan ideologi semata. Hal ini bisa
dilakukan pada semua sektor sesuai kapasitas dan peran masing-masing
masyarakat. Hal mendasar yang harus dilakukan pemerintah adalah pemberdayaan
ekonomi. Karena ini adalah jantung keberlangsungan hidup manusia. Jika ekonomi
masih dalam kondisi timpang, radikalisme masih sangat sulit untuk diredam.
Bagaimanapun Indonesia adalah negara
dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Potensi konflik sangat memungkinkan
terjadi. Jika hal mendasar dalam persoalan ekonomi tidak mampu diatasi. Maka
radikalisme dengan mudah menginfiltrasi. []
No comments:
Post a Comment