Keterlibatan Kaum Muda di Pemilukada
JIKA tidak meleset dari perencanaan
awal, Pemilukada serentak akan digelar pada awal Desember mendatang. Beragam
spekulasi muncul pada pesta demokrasi tingkat daerah yang pertama kali
dilaksanakan secara bersamaan ini. Mulai dari persiapan, gonjang-ganjing
koalisi hingga persoalan calon petahana yang memakan waktu lama. Namun, di
tengah rentetan masalah yang ada. Keterlibatan kaum muda menarik dijadikan
salah satu indikator perjalanan pesta demokrasi di tingkat lokal ini
berlangsung.
Dalam UU Nomor 40 Tahun 2009, kaum
muda adalah mereka yang berusia 16 tahun hingga 30 tahun. Sesuai proyeksi
penduduk tahun 2015 yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS: 2010), kaum muda
tercatat mewakili angka 25% dari total populasi penduduk yang ada di Indonesia.
Angka ini merupakan jumlah yang sangat besar dalam hitungan sumber daya manusia
bagi Indonesia. Apalagi Indonesia berada dalam pusaran bonus demografi.
Tentunya, usia produktif yang ada diharapkan mampu membawa perubahan, bukan
sebaliknya.
Sejalan dengan UU Pilpres 2008, pada
ketentuan umum menyebutkan pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah
genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Sedangkan pemilih
pemula atau pemilih muda adalah mereka yang berusia 17-21 tahun, telah memiliki
hak suara dan tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) serta pertama kali
berpartisipasi dalam pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan
presiden.
Fokus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2013 menyebutkan bahwa jumlah pemilih pemula mencapai
20% - 30% dari keseluruhan jumlah pemilih dalam pemilu. Pada tahun 2004,
pemilih pemula berkisar pada angka 27 juta pemilih dari 147 juta pemilih. Pada
2009 naik menjadi 36 juta dari 171 juta pemilih yang terdaftar. Sedangkan data
BPS 2010, usia 15-19 tahun berjumlah 20.871.086 jiwa, pada usia 20-24 tahun
berjumlah 19.878.417 jiwa. Dengan demikian jumlah pemilh muda berada pada angka
40.749.503 pemilih. Angka ini sangat fantastis dalam berlangsungnya pemilihan
umum. Jumlah ini sangat bisa menentukan kemenangan partai politik atau kandidat
yang berkompetisi dalam pemilu.
Posisi kaum muda diakui memiliki
peranan strategis dalam melakukan sebuah perubahan di negeri ini. Akan tetapi
banyak kajian yang menyebutkan bahwa kaum muda di Indonesia mengalami
depolitisasi secara massif pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba). Pada saat
itu kaum muda ditempatkan pada asas keteraraturan, baik dalam lingkup
keorganisasian maupun pendidikan. Hal ini kemudian dianggap menjadi pemicu awal
sikap apolitis dikalangan kaum muda. Seakan-akan ada jurang pemisah antara
dunia politk dan dunia kaum muda. Pada akhirnya, terciptalah sebuah apatisme
politik dikalangan kaum muda dan cenderung menjauhkan diri dari hiruk pikuk
proses politik.
Pemilih pemula yang baru memasuki
usia hak pilih juga belum memilki jangkauan politik yang luas untuk menentukan
kemana mereka harus memilih. Sehingga apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Alasan ini menyebabkan pemilih pemula atau pemilih muda sangat
rawan untuk dipengaruhi dan didekati dengan pendekatan materi kepentingan
partai-partai politik. Ketidaktahuan dalam persoalan politik praktis, terlebih
dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering
tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih
pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk
kepentingan politiknya. Misal, digunakan untuk penggalangan massa dan
pembentukan organisasi underbow partai. (Melani: 2014)
Melihat fakta di atas, dengan sekian
kuantitas yang signifikan serta kondisi angka produktif yang nampak
kepermukaan. Kaum muda dituntut berperan aktif dalam pelaksanaan pemilkuda
tahun ini. Bagaimapun juga, kaum menjadi tolok ukur sejauh mana pemilukada ini
berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan.
Ada beberapa hal kenapa keterlibatan
aktif kaum muda menjadi perhitungan penting pada gelaran demokrasi tingkat
daerah tahun ini. Pertama, angka 19 juta jiwa menjadi salah satu tolok
ukur suksesnya pemilukada. Tentunya, jumlah besar ini tidak hanya menjadi
sebatas penyumbang suara. Akan tetapi, kaum muda mampu menjadi pemilih aktif
dan partisipatif. Kaum muda harus mampu menjadi kelompok smart voters pada
gelaran pemilukada serentak tahun ini.
Kedua, keterlibatan kaum muda dalam
pemilukada akan menghapus anggapan negatif yang selama ini disematkan.
Keterlibatan aktif kaum muda akan menjadi jawaban, bahwa kaum muda bukanlah
kelompok apolitis atau apatisme terhadap perjalan politik yang terjadi. Justru,
kaum muda harus menjadi contoh bagi masyarakat serta mampu menyampaikan pesan
politik yang baik. Mewakili usia produktif bangsa ini, kaum muda dituntut mampu
merubah mindset masyarakat yang cenderung memaknai politik secara
sempit. Artinya, keterlibatan kaum muda diharapkan bisa menjadi sebuah
pendidikan politik bagi masyarakat.
Ketiga, sebagai generasi penerus bangsa, kaum muda mempunyai tanggungjawab atas baik buruknya bangsa ini. Jika kaum muda apatis terhadap politik hari ini, terlebih pemilih pemula, sikap ini hanya akan memperpanjang politik dengan makna hitamnya. Singkatnya, realita politik yang kotor pada hari ini tidak akan berubah menjadi baik. Jika apatisme politik dan memilih tidak terlibat pada proses politik masih menjadi pilihan utama kaum muda. []
Ketiga, sebagai generasi penerus bangsa, kaum muda mempunyai tanggungjawab atas baik buruknya bangsa ini. Jika kaum muda apatis terhadap politik hari ini, terlebih pemilih pemula, sikap ini hanya akan memperpanjang politik dengan makna hitamnya. Singkatnya, realita politik yang kotor pada hari ini tidak akan berubah menjadi baik. Jika apatisme politik dan memilih tidak terlibat pada proses politik masih menjadi pilihan utama kaum muda. []
No comments:
Post a Comment