Mahasiswa Hidupkan Desa Binaan?

REALITA yang ada di desa tidak melulu berbanding sama dengan teks yang kita baca. Membaca desa berarti siap menjadi bagian dari kehidupan desa beserta tetek bengeknya.

Hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa mendapat tanggapan positif masyarakat luas. Kalangan mahasiswa pun turut andil dalam menafsirkannya. Gagasan itu muncul karena pada saat yang bersamaan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Ja'far mengajak mahasiswa untuk kembali membangun desa.

Saat mengisi perkuliahan umum di Kampus Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Jumat (21/11), Menteri Marwan kembali berbicara persoalan mahasiswa dan desa. Pada seminar bertajuk "Peran Mahasiswa dalam Implementasi UU No.6/2014 tentang Desa", Menteri Marwan mengajak mahasiswa untuk menghidupkan desa binaan.

Marwan menilai mahasiswa sebagai kaum intelektual mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional. Intelktualitas dan kedalam ilmu yang dimilki mahasiswa dinilai penting untuk berperan aktif dalam membangun desa. Termaktub dalam Sembilan Program Prioritas Pembangunan Nasional (Nawa Cita) pemerintahan Jokowi-JK. Menurut Marwan, peran strategis mahasiswa perlu dimaksimalkan. Menghidupkan desa binaan, itulah hal yang menurut Marwan mungkin dilakukan.

Bermitra Dengan Desa
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam hubungan mahasiswa dan desa adalah komunikasi. Seperti disampaikan Habermas, bahwa komunikasi adalah paradigma solutif melakukan perubahan. Komunikasi yang dimaksud Habermas tidak sebatas menyampaikan lalu ada yang mendengarkan, tidak. Jauh melebihi itu. Komunikasi yang dimaksud Habermas adalah.

Jika kita sepakat dengan apa yang disampaikan Habermas, maka desa desa mitra lebih tepat digunakan daripada desa binaan. Alasan sederhana yang bisa digunakan, desa binaan cenderung menggurui dan menganggap masyarakat desa berada pada posisi amat lemah. Tentu hal ini bertentangan dengan perubagan paradigma membangun desa menjadi desa membangun.

Artinya, tidak ada alasan mendasar dan bisa dipertanggungjawabkan bahwa mahasiswa adalah kaum yang tepat mengembangkan desa dengan cara melakukan binaan. Apalagi selama proses menjadi mahasiswa tidak pernah (belum) melakukan interaksi dengan masyarakat desa.

Harus disadari bahwa mahasiswa hari ini sudah mengalami kesenjangan dengan masyarakat yang cukup mengkhawatirkan. Mahasiswa tidak pernah mau bertanya apa sebenarnya yang dialami masyarakat. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan slogan, mahasiswa agen perubahan.

Dengan demikian, desa mitra lebih tepat daripada desa binaan. Alasan mendasar yang bisa dipakai adalah, bahwa mahasiswa ke desa untuk saling berbagi, belajar tentang realita dengan masyarakat. Artinya, kemungkinan apa yang didapat dari realita masyarakat (baik secara kasat mata atau tidak). []

No comments:

Powered by Blogger.