Kado Awal Tahun Untuk Dul Wahid, Adik Seperguruanku

Membaca Alinanya Dul Wahid: "Sepotong Harapan Untuk Alina"
DUL,,, ingin kukatakan secara jujur padamu, bahwa nama ‘Alina’ dalam dunia imajiku sudah terlampau dekat. Setiap mataku terantuk dengan nama perempuan itu, setidaknya tiga hal yang langsung hadir dalam diriku: Rohim Warisi, Seno Gumira Ajidarma, dan sebuah cerpen berjudul “Sepotong Senja Untuk Pacarku”.

Iya, Dul. Mas Sena beserta satu cerpennya itu, banyak membuat para pembacanya mabuk kepayang, terutama perempuan, terutama lagi seseorang yang saat membacanya ada rasa ‘semacam’ kangen pada seorang terkasihnya. Entah terkasih di masa ini, atau di masanya yang lalu. Entah terkasihnya itu seorang perempuan, entah seorang lelaki. Entah terkasihnya itu perempuan umum, atau perempuan santri. Entah terkasihnya yang perempuan itu, santri RU Ganjaran Gondanglegi, entah alumni… (btw, aku kemarin diinbox seseorang lo? Bertanya, haul gak pulang, Mbak? Aku rasa, sebenarnya kepulangan seseorang yang ingin ditanyakannya lewat aku. Tapi bagaimana, perasaan malu lebih menang).

Menariknya, dari kenyataanku ini, justru nama saudara seperguruan kita, Rohim Warisi, yang justru muncul terlebih dulu, mengalahkan deretan Mas Sena dan cerpennya yang amboi puitisnya itu. Hal itu, aku rasai karena si Warisi terlampau sering menyebut-nyebut nama “Alina” di saat-saat bersamaku. Tak peduli di Rumah Kreatif sampai di kursi-kursi Warung Kopi. Lama-lama, Warisi membuat cerpen dengan menciptakan tokoh perempuan sebagaimana nama perempuan yang diciptakan oleh Mas Sena. Ah… rupanya alam sadar Warisi begitu mabuk kepayang pada perempuan fiksi ciptaan Mas Sena, Alina…. Ah,,, Nama Alina benar-benar mengesankan perempuan lembut dan mempesona, yang dunia dan segala kepuitisannya rela diberikan kepadanya oleh seorang lelaki yang sangat mencintanya dengan mendalam… dengan cara paling puitis…

Dul,,, begitulah aku membacamu dan Alinamu. Dalam dadamu, ada cinta yang mendalam kepada seorang perempuan. Seorang perempuan yang lembut dan teramat mempesonamu. Yah, Alinamu, Dul! Dan pada saat yang bersamaan, kau ingin mencapai makom sebagai mana tokoh “aku” dalam cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” (hanya lelaki keras batin yang tidak!). Makom itu, adalah makom lelaki yang membaca dunia beserta Alina secara puitis, sangat puitis. Dan lelaki itu pula, dengan segenap caranya yang puitis, memberikan kepuitisan itu pada seorang perempuan yang paling puitis di hatinya. Nah… tugasku sampai di sini saja membaca antara dirimu dan Alinamu dalam cerpen “Sepotong Harapan Untuk Alina”. Aku sudah tidak berhak menyebut secara verbal maupun literal siapakah sesungguhnya sosok perempuan di balik Alinamu ini. Itu tidak elok. Apalagi puitis. Hust… tak baiklah aku, Dul, bercakap melebihi itu. Hanya kaulah seorang yang berhak meraba Alinamu dalam kedalaman jiwa-batinmu, Dik. Hahahaha . Sebentar, aku tak ketawa dulu. :D

Nah, pembacaanku terkait unsur puitis ini bukan tanpa alasan. Merujuklah pada tulisan dimana Alinamu ada di sana, kau akan menemukan kata ‘Suasana Perancis’, ‘Paris’, dan ‘Musik Eropa’. Di situlah tampak kau ingin menunjukkan bahwa tulisanmu ini tentang kepuitisan dan keromantisan. Namun menurutku, kamu sedikit gegabah dalam menggambarkannya, Dul. Barangkali, kau sudah terlampau rindu pada seseorang itu. Sudah menjadi rahasia umum para penulis fiksi, menggunakan teknik menulis “show” daripada “tell”. Misalnya, kamu menjauhi menggambarkan begitu general dengan dua kata “Musik Eropa”, tapi cari tahulah judul paling romantis musiknya Prancis atau Paris. Lebih aduhai, semisal potongan liriknya yang romantis itu, kamu sertakan.

Ada beberapa lagi, Dul, yang ingin aku bagikan. Tapi jika kutulis semua, kau tidak akan penasaran, dan hilanglah peluangku untuk kau ajak ngopi bersama. Aku kira, cukup dulu, sebagai pancingan rasa penasaranmu. Hahaha…

Eh, ngomong-ngomong, tulisanmu itu digubah saat malam tahun baru ya? Tahun baru sesungguhnya memang moment yang melankolis, terkhusus untuk para jomblo. Tiba-tiba hati terasa kosong menyikapi keramain malam tahun baru: kembang api, setiap pasangan lewat silih berganti, lengkap dengan teriakan manja dan bungahnya. Coba, lelaki mana yang tiba-tiba tak ingat seseorang di masa lampau? Dan aktifitas apalagi yang pas untuk membunuh perasaan ganjil yang tiba-tiba menyelinap, selain menulis cerpen di salah-satu sudut Jogja?? Wakakakakak! *jabat tangan. [Halimah Garnasih]

No comments:

Powered by Blogger.