Sebuah Block Note Kusam

durspasi
SORE tadi, saya raih sebuah block note pada rak buku yang bergantung di dinding kamar. Bentuknya sudah sangat mengkhawatirkan. Laiknya naskah kuno yang sudah berabad-abad berada di peti penyimpanan.

Rencana awal, saya hendak mencari road map. Sebuah catatan kecil atas buku yang pernah saya baca. Ya, seperti kebiasaan sebelumnya. Saat hendak merampungkan naskah dan butuh beberapa landasan teori untuk penguat.

Lembar demi lembar, saya buka block note seukuran saku itu. Kedua mata menatap tajam, tak ingin kehilangan satu huruf pun dari setiap catatan yang pernah saya goreskan. Hingga saya menemukan apa yang dibutuhkan.

Entah pada lembar keberapa - karena tidak ada nomer halamannya, tiba-tiba kedua mata saya dipaksa melotot. Ada sebongkah kalimat yang membuat tangan saya tidak melanjutkan pada lembar berikutnya.

Pada lembar yang sudah kusam itu tertulis, "Aku masih belum tahu, bagaimana caranya agar aku lupa menyelipkan namamu dalam setiap lantunan do'a."

Saya pun bertanya-tanya dengan sekelumit tulisan itu. Saya pandangi secara utuh huruf demi huruf. "Benar, tulisan ini adalah tulisan tangan saya." Saya bergumam dalam hati, membenarkan bahwa itu saya yang menulisnya.

Selanjutnya, saya pun masih dirundung tanya. Lantas, kapan saya menuliskan itu. Dan tertuju untuk siapa tulisan pendek itu?

Ya, pada tulisan pendek itu tidak disertai keterangan hari, tanggal bahkan tahun. Cukup lama saya terdiam mencoba mengingat kapan tulisan itu digoreskan. Tapi, saya pun tak mampu mengingatnya. Hanya satu yang masih cukup bisa saya ingat. Tulisan itu tertuju pada siapa. Em, maaf, untuk nama saya tak bisa menuliskannya. Biarkan, nama itu tercatat dalam ingatan, bukan di sini.

Akhirnya, saya pun melanjutkan membuka buku kecil itu. Seperti sebelumnya, lembar demi lembar dengan penuh ketelitian. Pada lembar cukup akhir, yang saya cari telah ditemukan. Senang, gembira, riang, itulah perasaan yang mendera saat menjumpai road map yang saya cari.

Alhamdulillah, akhirnya saya bisa melanjutkan coretan ini. Ya, saya bisa melengkapi apa yang menjadi kekurangan pada lembar MS Word di layar komputer.

Namun, jujur, saya masih kepikiran dengan tulisan pendek tanpa keterangan itu. Tulisan itu masih memaksa untuk mengingatnya kembali. "Gawat, kenapa saya jadi memikirkan tulisan pendek itu ya?"

Saya pun memutuskan untuk menenggak secangkir kopi. Berharap, aroma dan rasa nikmat kopi bisa melupakan kejadian ini.

Tapi kenyataan berbalik, saya masih dipaksa mengingatnya. Sampai pada akhirnya, sambil mengingat, saya tulis catatan kejadian ini. []

No comments:

Powered by Blogger.