Sebuah Block Note Kusam
![]() |
durspasi |
Rencana
awal, saya hendak mencari road map. Sebuah catatan kecil atas buku yang pernah saya baca. Ya,
seperti kebiasaan sebelumnya. Saat hendak merampungkan naskah dan butuh
beberapa landasan teori untuk penguat.
Lembar
demi lembar, saya buka block
note seukuran saku itu. Kedua mata menatap tajam, tak ingin kehilangan satu
huruf pun dari setiap catatan yang pernah saya goreskan. Hingga saya
menemukan apa yang dibutuhkan.
Entah
pada lembar keberapa - karena tidak ada nomer halamannya, tiba-tiba kedua mata
saya dipaksa melotot. Ada sebongkah kalimat yang membuat tangan saya tidak
melanjutkan pada lembar berikutnya.
Pada
lembar yang sudah kusam itu tertulis, "Aku masih belum
tahu, bagaimana caranya agar aku lupa menyelipkan namamu dalam setiap lantunan
do'a."
Saya pun bertanya-tanya dengan sekelumit tulisan
itu. Saya pandangi secara utuh huruf demi huruf. "Benar, tulisan ini
adalah tulisan tangan saya." Saya bergumam dalam
hati, membenarkan bahwa itu saya yang menulisnya.
Selanjutnya,
saya pun masih dirundung tanya. Lantas, kapan saya
menuliskan itu. Dan tertuju untuk siapa tulisan pendek itu?
Ya,
pada tulisan pendek itu tidak disertai keterangan hari, tanggal bahkan tahun.
Cukup lama saya terdiam mencoba mengingat kapan tulisan itu digoreskan. Tapi, saya pun
tak mampu mengingatnya. Hanya satu yang masih cukup bisa saya ingat. Tulisan
itu tertuju pada siapa. Em, maaf,
untuk nama saya tak bisa menuliskannya. Biarkan, nama itu
tercatat dalam ingatan, bukan di sini.
Akhirnya,
saya pun melanjutkan membuka buku kecil itu.
Seperti sebelumnya, lembar demi lembar dengan penuh ketelitian. Pada lembar
cukup akhir, yang saya cari telah ditemukan.
Senang, gembira, riang, itulah perasaan yang mendera saat menjumpai road map yang saya cari.
“Alhamdulillah, akhirnya saya bisa
melanjutkan coretan ini.” Ya,
saya bisa melengkapi apa yang menjadi kekurangan pada lembar MS Word di layar
komputer.
Namun,
jujur, saya masih kepikiran dengan tulisan pendek tanpa keterangan itu. Tulisan
itu masih memaksa untuk mengingatnya kembali. "Gawat, kenapa saya
jadi memikirkan tulisan pendek itu ya?"
Saya
pun memutuskan untuk menenggak secangkir kopi. Berharap, aroma dan rasa nikmat
kopi bisa melupakan kejadian ini.
Tapi
kenyataan berbalik, saya masih dipaksa mengingatnya. Sampai pada
akhirnya, sambil mengingat, saya tulis catatan
kejadian ini. []
No comments:
Post a Comment