PMII, Berkhidmat Untuk Negeri
![]() |
Sebuah kado persembahan berupa catatan kecil di hari lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang ke-56, 17 April 1960 – 17 April 2016. |
Kini, 17 April 2016, PMII telah genap berusia 56 tahun. Tentu bukan usia yang muda lagi bagi sebuah organisasi. Pahit manis perjuangan sudah menjadi keniscayaan setiap generasi yang dengan niat tulus mengabdikan diri untuk PMII. Selayaknya sebuah kapal, PMII tak melulu berlayar dengan tenang. Pun sebaliknya, PMII tak selalu terombang-ambing oleh ombak. Keduanya menjadi bagian sekaligus ujian bagi PMII untuk berkhidmat pada bangsa ini.
PMII selalu terlibat dalam setiap agenda perubahan yang terjadi. Di era Orde Lama (Orla), saat Sang Proklamator Soekarno memimpin bangsa. PMII menjadi satu dari sekian organisasi mahasiswa yang keberadaannya diterima dengan hati gembira oleh segenap elemen bangsa. Ya, diakui atau tidak, PMII yang sebagian besar berasal dari kalangan pesantren menjadi tameng terakhir untuk menyebarkan Islam yang ramah di dunia kampus.
Pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba), PMII merasakan betul bagaimana merumuskan agenda perubahan. PMII juga menyadari betul kepemimpinan Soeharto yang otoriter tidak bisa dibiarkan terus berkuasa. Puncaknya pada 1998, saat seluruh mahasiswa bersatu menuntut Soeharto turun. Hingga saat ini, istilah itu kita kenal “reformasi”.
Ketika Soeharto menyatakan memundurkan diri dari kursi orang nomor satu di negeri ini. Senyum bahagia terpancar, rasa gembira mahasiswa tidak bisa disembunyikan karena telah sukses membuat Soeharto melepas kekuasaannya. Era demokrasi hari ini merupakan hasil dari perjuangan tersebut – yang di dalamnya adalah kader-kader PMII yang mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi pada negeri ini.
Meski dengan berat hati harus dikatakan, bahwa perjuangan mahasiswa dalam menumpangkan rezim otoriter Orba tidak semua berangkat dari tujuan yang sama – membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana disampaikan Hasyim Wahid, dkk. Dalam bukunya Telikungan Kapitalisme Global Dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia, (LKiS, 1999, 31).
“Terjadinya proses reformasi sebenarnya bukan semata-mata merupakan perjuangan rakyat Indonesia, namun ada tangan-tangan ghaib yang ikut bermain sehingga kekuatan politik Soeharto yang begitu kuat dan mengakar bisa runtuh dalam waktu tiga bulan.”
Tangan-tangan ghaib yang dimaksud di atas adalah kekuatan kapitalisme internasional. Ini merupakan tanda berakhirnya perang dingin, di mana Negara komunis Uni Soviet runtuh (1989). Keruntuhan itu jelas memiliki dampak besar terhadap Negara-negara dunia ketiga, khususnya Negara-negara yang memiliki hubungan dengan Amerika. Nah, di bawah pemerintahan Orba, Indonesia adalah Negara yang merasakan dampak berakhirnya perang dingin tersebut.
Artinya, berakhirnya perang dingin adalah pertanda bahwa kapitalisme tidak membutuhkan lagi tameng untuk menghadapi komunisme. Secara tidak langsung Indonesia kehilangan peran dan berdampak pada kondisi pemerintahan Orba yang rapuh. Sehingga kehadiran kapitalis di Indonesia hanya bermuara pada satu kepentingan, yakni bisnis saja.
Tak heran jika selepas reformasi terjadi mahasiswa seperti kecolongan. Karena yang mengendalikan Negara tetap didominasi oleh orang-orang yang tidak jauh beda dengan sebelumnya. Bahkan beberapa aktivis 1998 memanfaatkan momentum tersebut dengan bermain di belakang. Sederhananya, mahasiswa saat itu hanya difokuskan bagaimana Soeharto turun. Tapi dalam agenda bagaimana Indonesia ke depan, kepanjangan dari tangan-tangan ghaib sudah mempersiapkan. Hal ini memantapkan tesis, bahwa setiap perjuangan melahirkan pejuang dan penghianat. Meminjam bahasanya M. Arif Hakim, opera sabun reformasi.
Tanpa bermaksud menghilangkan peran mahasiswa dalam agenda reformasi. Penulis rasa, ini sudah menjadi pelajaran penting bagi PMII untuk melakukan setiap agenda perubahan. Bagaimapun PMII didirikan – tak lain dan tak bukan untuk berkhidmat pada Negara ini. PMII lahir untuk memberi kontribusi nyata pada keberlangsungan Indonesia. Penulis meyakini bahwa kader-kader PMII kala itu tak sedikitpun menyisipkan secuil penghiatan dalam agenda reformasi yang diteriakkan. PMII terlibat karena alasan tanggungjawab sebagai bagian dari bangsa ini. Ilmu dan bakti kuberikan, adil dan makmur kuperjuangkan.
Membaca (kembali) Kondisi Hari Ini
Sebagaimana
disampaikan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, “Berjuanglah terus tiada henti,
karena dunia tidak pernah ideal seperti yang kita citakan.” Sekelumit kata
penuh makna tersebut menjelaskan bahwa Indonesia masih membutuhkan keberadaan
PMII dalam mewujudkan agenda kesejahteraan. Tumbuhan perjuangan yang PMII
tanam, kini sudah saatnya dipetik untuk dinikmati hasilnya. PMII adalah pewaris
sah NKRI, karena PMII lahir dan hidup untuk menjaga keutuhan NKRI.
Hari ini, Indonesia memasuki era demokrasi. Kebebesan berpendapat sudah sangat terbuka luas. Meski kadang demokrasi di bangsa ini masih sulit untuk didefinisikan. Demokrasi bangsa ini seakan seperti naskah panjang yang terdiri dari beberapa episode untuk sampai pada akhir cerita. Tentunya, kondisi ini membuat demokrasi kita akan terus diuji keberadaannya. Nah, PMII harus hadir dengan segudang solusi di tengah ke-ruwe-tan yang terjadi. Sudah saatnya PMII mengisi setiap pos-pos yang ada negeri antah brantah ini.
Diakui atau tidak, PMII adalah kata lain dari kaum santri. Naiknya Gus Dur menjadi orang nomor satu di Indonesia adalah pertanda, bahwa tidak ada satu pun posisi di negeri ini yang tidak layak diisi oleh santri, termasuk PMII. Habislah sudah masa yang suram, selesai sudah derita yang lama.
Selain persoalan di atas, PMII sebagai kelompok masyarakat terdidik memiliki tanggungjawab menjaga dunia kampus dari ancaman radikalisme – sebagaimana dua kata akhirnya, Islam Indonesia. Karena PMII adalah satu-satunya organisasi yang merujuk pada ahlussunnah wal jama’ah, menghadirkan Islam yang toleran pada setiap perbedaan.
Sebagaimana disampaikan LIPI; bahwa 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak lagi relevan. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyatakan setuju dengan penerapan syariat Islam, (Februari, 2016). Sedangkan pada tahun sebelumnya (2015), 4 persen orang Indonesia menyetujui kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka berumur antara 19-25 tahun. Sedangkan 5 persen di antaranya adalah mahasiswa.
Fakta di atas tidak hanya mengancam keberadaan Pancasila sebagai peletak dasar Negara. Jauh dari itu, Indonesia yang akan menyambut generasi bonus demografi mengalami ancaman yang luar biasa. Artinya, usia produktif yang dimiliki bangsa ini takkan berarti apa-apa. Jika keberadaan mereka tidak bisa menerima kehadiran Pancasila sebagai falsafah bangsa.
Oleh karenanya, PMII harus tanggap dengan persolan ini. Sebagai generasi penerus para kiai, PMII harus mengkampanyekan Islam Indonesia dalam setiap agenda gerakannya. Seperti dikatakan Umaruddin Masdar, “Ketika radikalisme agama di kampus mewabah, PMII lah harapan utama masa depan kampus dan lestarinya NKRI.“
Tentunya masih banyak persoalan yang membutuhkan peran serta PMII. Setidaknya ini menjadi catatan refleksi pada Hari Lahir PMII yang ke-56. Bahwa PMII tidak hanya dituntut hadir dalam setiap agenda perubahan bangsa ini. Tapi, kehadiran PMII diharapkan membawa solusi-solusi pada setiap permasalahan yang ada. Sehingga cita-cita kesejahteraan bangsa ini benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Dan, PMII siap berada di barisan depan, mengabdikan seluruh hidupnya untuk NKRI. Adil dan makmur kuperjuangkan.
Untukmu satu tanah airku, untukmu satu keyakinanku. Selamat Hari Lahir PMII ke 56, tetap berkhidmat untuk negeri ini. []
Hari ini, Indonesia memasuki era demokrasi. Kebebesan berpendapat sudah sangat terbuka luas. Meski kadang demokrasi di bangsa ini masih sulit untuk didefinisikan. Demokrasi bangsa ini seakan seperti naskah panjang yang terdiri dari beberapa episode untuk sampai pada akhir cerita. Tentunya, kondisi ini membuat demokrasi kita akan terus diuji keberadaannya. Nah, PMII harus hadir dengan segudang solusi di tengah ke-ruwe-tan yang terjadi. Sudah saatnya PMII mengisi setiap pos-pos yang ada negeri antah brantah ini.
Diakui atau tidak, PMII adalah kata lain dari kaum santri. Naiknya Gus Dur menjadi orang nomor satu di Indonesia adalah pertanda, bahwa tidak ada satu pun posisi di negeri ini yang tidak layak diisi oleh santri, termasuk PMII. Habislah sudah masa yang suram, selesai sudah derita yang lama.
Selain persoalan di atas, PMII sebagai kelompok masyarakat terdidik memiliki tanggungjawab menjaga dunia kampus dari ancaman radikalisme – sebagaimana dua kata akhirnya, Islam Indonesia. Karena PMII adalah satu-satunya organisasi yang merujuk pada ahlussunnah wal jama’ah, menghadirkan Islam yang toleran pada setiap perbedaan.
Sebagaimana disampaikan LIPI; bahwa 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak lagi relevan. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru menyatakan setuju dengan penerapan syariat Islam, (Februari, 2016). Sedangkan pada tahun sebelumnya (2015), 4 persen orang Indonesia menyetujui kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka berumur antara 19-25 tahun. Sedangkan 5 persen di antaranya adalah mahasiswa.
Fakta di atas tidak hanya mengancam keberadaan Pancasila sebagai peletak dasar Negara. Jauh dari itu, Indonesia yang akan menyambut generasi bonus demografi mengalami ancaman yang luar biasa. Artinya, usia produktif yang dimiliki bangsa ini takkan berarti apa-apa. Jika keberadaan mereka tidak bisa menerima kehadiran Pancasila sebagai falsafah bangsa.
Oleh karenanya, PMII harus tanggap dengan persolan ini. Sebagai generasi penerus para kiai, PMII harus mengkampanyekan Islam Indonesia dalam setiap agenda gerakannya. Seperti dikatakan Umaruddin Masdar, “Ketika radikalisme agama di kampus mewabah, PMII lah harapan utama masa depan kampus dan lestarinya NKRI.“
Tentunya masih banyak persoalan yang membutuhkan peran serta PMII. Setidaknya ini menjadi catatan refleksi pada Hari Lahir PMII yang ke-56. Bahwa PMII tidak hanya dituntut hadir dalam setiap agenda perubahan bangsa ini. Tapi, kehadiran PMII diharapkan membawa solusi-solusi pada setiap permasalahan yang ada. Sehingga cita-cita kesejahteraan bangsa ini benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Dan, PMII siap berada di barisan depan, mengabdikan seluruh hidupnya untuk NKRI. Adil dan makmur kuperjuangkan.
Untukmu satu tanah airku, untukmu satu keyakinanku. Selamat Hari Lahir PMII ke 56, tetap berkhidmat untuk negeri ini. []
No comments:
Post a Comment