Ketika Pemain Muda Berbicara

PIALA Eropa kali ini menyajikan banyak kejutan dalam setiap partai yang digelar. Dari sajian final dini yang mempertemukan juara bertahan Spanyol bersua Italy, hingga tim debutan Islandia yang sukses menyingkirkan tim bertabur bintang dari negeri Ratu Elizabeth, Three Lions, Inggris. Sebelumya, Wales juga menunjukkan kualitasnya sebagai tim kuda hitam yang keberadaannya patut diperhitungkan. Pun, Polandia yang sukses memulangkan Granit Xhaka dkk melalui drama titik putih.

Baik, dalam tulisan ini, penulis tidak hendak mengulas sekian kejutan yang terjadi pada partai 16 besar tersebut. Namun, penulis akan mengulas bagaimana 8 negara yang lolos tersebut tidak lepas dari peran apik para pemain mudanya. Ya, dari 8 negara yang lolos, pemain muda kerap kali menjadi pembeda dalam setiap pertandingan. Bahkan, tak jarang, pemain muda menjadi penentu kemenangan negaranya.

Sebut saja, Prancis – tuan rumah Piala Eropa 2016, tim berjuluk Ayam Jantan tersebut bisa lolos karena peran pemain mudanya yang gemilang. Saat Payet dkk sudah ketinggalan 1 gol dari Republik Irlandia, pemain muda Griezman menjadi pahlawan Prancis. Dua gol pemain asal Atletico Madrid ini sukses membawa Prancis melaju ke babak 8 besar. Publik tuan rumah berharap, timnya mengulang kenangan manis yang pernah diraihnya – menjuarai Piala Eropa di rumahnya sendiri.

Kemenangan 3-0 German atas Slovakia mencatatkan nama Draxler di papan skor. Pemain muda ini menjadi ancaman tersendiri bagi tim lawan. Kejeliannya mencari posisi adalah kehebatan tersendiri. Bukan tidak mungkin, Draxler akan membawa tim asuhan Jochim Loew melaju mulus ke partai puncak.

Saat Portugal bersua Kroasia, bintang Real Madrid Cristiano Ronaldo tidak mampu bicara banyak. Bahkan rekan setimnya, Nani – yang dulu pernah sama-sama merumput di Old Traffod juga tidak mampu bicara banyak, Portugal lolos berkat gol tunggal Quaresma. Yang harus dicatat adalah perubahan gaya permainan tim berjuluk Selecao das Aquinas baru terjadi setelah Renato Sanches masuk sebagai pemain pengganti. Ya, pemain Benfica ini menjadi pembeda alur serangan di saat Ronaldo dkk mengalami kebuntuan untuk mencari peluang.

Belgia - meski sebagian besar dihuni usia produktif dalam usia karir pesepakbola, Carrasco mampu menampakkan  kualitasnya. Masuk sebagai pemain pengganti, pemain AS Monaco ini menyumbang satu gol dari kemenangan besar 4-0 atas Hungaria – tim kuda hitam yang tak terkalahkan di babak penyisihan.

Wales menjadi satu-satunya tim Britania Raya yang melaju ke babak 8 besar setelah Inggris kalah 1-2 atas Islandia. Disusul nasib serupa duo Irlandia, mereka harus angkat koper setelah gagal membawa timnya memetik kemenangan. Meski Gareth Bale menjadi ikon – apalagi setelah sukses melesakkan 2 gol spektakuler melalui bola mati. Namun, The Dragons juga dihuni pemain muda yang tak kalah keren saat mengolah bola di atas lapangan hijau. Jonathan Williams adalah pemain muda Wales yang kerap kali menyulitkan pemain lawan karena gerakan-gerakannya yang luar biasa.

Polandia lolos melalui drama adu penalti, tim yang komandani Robert Lewandowski ini melaju ke babak 8 besar mengalahkan Swiss. Ya, Arkadiusz Milik menjadi sosok pembeda dalam permainan Bialo-czerwoni. Bahkan di laga awal, nama Milik sudah bertengger di papan skor. Ini menjadi bukti, bahwa usia mudanya mampu bersaing dengan rekan setimnya – Lewandowski. Mesin gol Bayern Munchen tersebut justru belum bicara banyak untuk negaranya.

Berbeda dengan keenam negara di atas, Italy dan Islandia menjadi dua negara yang tidak menonjolkan sosok pemain muda dalam skuadnya. Jelas, ada alasan lain kenapa dua negara tersebut tidak begitu memberi kesempatan pada pemain mudanya. Yang jelas, memberi kesempatan pada pemain muda adalah bagian dari proses regenerasi yang sudah seharusnya dilakukan. Bisa jadi, karena tidak memberi kesempatan pada pemain muda, dua negara ini sulit untuk melaju ke partai puncak - karena tidak ada pembeda dalam permain yang disajikannya.

Sebagaimana diungkap di atas, Indonesia – dalam perjalanan sejarahnya juga tidak lepas dari peran serta kelompok muda. Bahkan, kehadiran kelompok muda menjadi api semangat bangsa ini untuk meraih kemerdekaan. Pemuda dengan semangatnya selalu menjadi nilai tersendiri dalam menuju sebuah perubahan. Dalam sepak bola, hadirnya pemain muda kerap kali menjadi perubahan gaya permainan yang sebelumnya buntu tanpa peluang.

Jika kita mau belajar dari sepak bola ini, sudah seharusnya bangsa ini melibatkan kelompok muda untuk turut serta dalam segala hal. Bukankah bangsa ini juga lahir dari semangat muda yang berapi-api?
Namun, mungkin fakta yang ada sedikit berbalik, di tengah Indonesia yang akan memasuki bonus demografi, peran pemuda tidak begitu tampak. Sebagian besar peta kelompok strategis di bangsa ini masih dihuni oleh kelompok tua – kelompok para pewaris penguasa yang sebelumnya lama berjaya.

Menyikapi ini, tentu peran serta pemuda dan kelompok tua harus saling menyadari. Kelompok muda harus membekali dirinya dengan segenap bekal agar kehadirannya tidak seperti pepesan kosong belaka. Pun kelompok tua, juga harus sadar bahwa kelompok muda harus dikasih kesempatan untuk menunjukkan kreatifitas dan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga bukan dinasti yang menjadi acuan, tapi potensi yang akan menjadi pertimbangan.

Dengan demikian, seperti halnya sepak bola, bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia butuh kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Ini akan menjadi pekerjaan rumah yang serius. Artinya, potensi usia produktif yang ada akan berguna jika ruang kesempatan diberikannya. Namun, jika dalam segala aspek – dinasti di bangsa ini masih bersembunyi di balik selimut demokrasi, usia produktif tidak akan membawa dampak yang baik bagi Indonesia ke depan. Keberadaannya hanya akan menambah daftar kesenjangan.

Jika kita tarik pada sepak bola, Spanyol yang dua gelaran sebelumnya mengunci trofi kasta tertinggi Eropa – bahkan Piala Dunia juga digengggamnya. Bukankah kala itu, Spanyol mampu memanfaatkan usia muda dalam skuad timnya. Sayang, gelaran kali ini Spanyol tidak begitu percaya diri untuk melakukan regenerasi. Hasilnya, permainan La Furia Roja begitu mudah terbaca. Iniesta dkk harus angkat koper dan rela melepas tahta yang dua kali mampu diraihnya.


Tinggal bagaimana, apakah kita akan meniru Italia dan Islandia – dihuni para pemain tua karena alasan pengalaman, yang muda dipaksa mundur sebagai bentuk menghormati yang lebih tua. Atau, kita akan meniru Prancis dan lima negara lainnya – memberi kesempatan pada pemain mudanya. Dan faktanya, kepercayaan itu dibuktikan oleh hasil yang membanggakan. Hingga dalam pertandingan tertentu, para pemain muda yang mampu berbicara. []

No comments:

Powered by Blogger.