Tidak Ada Sepak Bola di Indonesia?
SAMPAI
saat ini, sepak bola masih menjadi olahraga paling populer di jagad raya.
Bahkan, ungkapan sepak bola sebagai agama baru bukanlah hal asing terdengar di
telinga. Karenanya, sebuah negara yang tak memiliki tim sepak bola, belumlah
bisa dikatakan sebagai negara maju. Karenanya pula sepak bola selalu mengalami
pembaharuan-pembaharuan dalam menampilkan permainan si kulit bundar di atas
lapangan.
Di Indonesia pun demikian, sepak bola juga menjadi
olahraga yang mampu menyedot perhatian seluruh lapisan masyarakat, dari yang
terbawah hingga kalangan elite. Tak heran, jika sepak bola kerap kali dijadikan
arena untuk menanamkan rasa cinta kepada tanah air. Melalui sepak bola,
nasionalisme menjadi bekal untuk mengharumkan nama baik bangsa di mata
negara-negara.
Animo masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap sepak
bola berbanding terbalik dengan kenyataan sepak bola tanah air itu sendiri.
Sebenarnya, pembekuan yang dilakukan Kemenpora pada PSSI tahun lalu menjadi
lampu hijau untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia.
Sepak bola yang bekerja di atas meja judi para mafia itu pun hingga hari ini belum bisa beranjak. Perseteruan panjang antara PSSI dan pemerintah berakhir tanpa penyelesaian sebagaimana diharapkan.
Sepak bola yang bekerja di atas meja judi para mafia itu pun hingga hari ini belum bisa beranjak. Perseteruan panjang antara PSSI dan pemerintah berakhir tanpa penyelesaian sebagaimana diharapkan.
Sepak bola Indonesia tak ubahnya sebuah film layar
lebar yang sukses karena telah ditonton jutaan orang. Sebagaimana sebuah film,
sutradara berhak menentukan siapa yang akan dijadikan pemenang dan siapa yang
akan dijadikan pecundang di akhir ceritanya.
Di sinilah, para mafia memainkan perannya sebagai sutradara yang berhak menentukan klub mana yang harus menang dan harus kalah. Bahkan, mafia bola juga berhak menentukan klub mana yang akan meraih gelar juaranya. Sepak bola berjalan sesuai naskah film yang dibuat oleh sutradara bernama mafia bola.
Di sinilah, para mafia memainkan perannya sebagai sutradara yang berhak menentukan klub mana yang harus menang dan harus kalah. Bahkan, mafia bola juga berhak menentukan klub mana yang akan meraih gelar juaranya. Sepak bola berjalan sesuai naskah film yang dibuat oleh sutradara bernama mafia bola.
Layaknya saat menonton film, kita akan berusaha fokus
meski kita sudah tahu bahwa film itu fiktif. Lalu kita akan berkomentar
bagaimana film tersebut, seakan-akan apa yang ada di film itu sebuah kenyataan.
Ini hanya perumpamaan semata, tentunya sebuah film jauh lebih layak ditonton
dari pada sepak bola Indonesia.
Sepak Bola
Indonesia, Sebuah Simulasi
Setelah mengalami vakum panjang karena pembekuan, bertepatan
dengan Hari Pahlawan, akhirnya PSSI berhasil melaksanakan kongres. Berlangsung
di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara menetapkan nama Edy Rahmayadi sebagai
ketua umum PSSI periode 2016-2020 dan Joko Driyono sebagai wakilnya. Selain
itu, kongres tersebut juga nengadakan pemilihan anggota exco PSSI dan berhasil meresmikan 12 nama dari 40 kandidat yang
ada.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah sepak
bola Indonesia akan berbenah pada kepengursan baru terpilih kali ini? Apakah
kongres yang dilaksanakan benar-benar mengusung spirit untuk mereformasi sepak
bola? Atau kongres kali ini hanyalah
formalitas belaka dan masih tetap seperti kepengurusan sebelum-sebelumnya,
mereka hanya kepanjangan dari para mafia bola yang sudah lama berkuasa.
No comments:
Post a Comment