Membaca Generasi Emas Indonesia

durspasi
PADA tahun 2020, sebagian besar penduduk Indonesia akan dihuni oleh generasi millennial, generasi yang lahir dalam rentan waktu 1980-an hingga 2000-an. Kelompok ini dinilai memiliki karakter yang lebih kritis, melek informasi dan kesehariannya sangat dekat dengan teknologi. Generasi millennial juga dikenal sebagai generasi yang ambisius dan memiliki etos kerja yang tinggi dalam mewujudkan cita-citanya.

Phil Howe dan Williams Stratus (2010) menyebutkan bahwa generasi millennial sangat berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, khususnya generasi baby boomers yang lahir dalam rentan waktu 1945-an hingga 1960-an. Generasi ini cenderung lebih menginginkan adanya interaksi sosial dan kolaborasi tim dalam tempat kerja, keberadaannya cenderung inovatif.

Intinya, generasi millennial adalah generasi yang ingin tumbuh, ingin memberikan impact yang berarti serta ingin menciptakan dan memberikan sebuah perubahan. Hal ini tentu menjadi modal emas bagi Indonesia dalam melejitkan persaingan di era glogal bersama negara-negara berkembang lainnya, bahkan negara-negara maju sekalipun.

Sebagaimana data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mencapai angka 305,6 juta jiwa. Dimana, angka penduduk yang berada dalam pusaran usia produktif pada 2030 diperkirakan mencapai 70 persen atau 180 juta jiwa. Angka ini lebih tinggi dari negara-negara ASEAN lainnya.

Dengan kata lain, dari total keseluruhan usia produktif yang ada di ASEAN, Indonesia menyumbang sekitar 38 persen. Tak heran jika Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk dapat menikmati hadirnya “bonus demografi”. Peluang tersebut ditandai dengan adanya dependency ratio (rasio teketergantungan) yang terus menurun.
                                                           
Artinya, kehadiran generasi millennial dan bonus demografi adalah dua kesempatan emas yang tak bisa dipisahkan. Bisa dikatakan, keberhasilan memanfaatkan generasi millennial merupakan jalan terang Indonesia untuk menikmati hadirnya bonus demografi.

Tantangan
Dua peluang emas yang tampak di atas bukan berarti tidak memiliki kendala dalam mewujudkannya. Masalah terbesar adalah merebaknya paham radikalisme yang dalam dekade terakhir ini banyak melibatkan kaum muda (penduduk usia produktif). Hal ini menjadi ancaman serius karena tolok ukur radikalisme adalah kaburnya rasa cinta generasi pada Indonesia.

Jika ditelisik, hal ini dipicu oleh arus globalisasi yang didukung dengan pesatnya teknologi informasi, khususnya media sosial (medsos). Bagaimanapun, kehadiran teknologi informasi telah menghilangkan sekat antar negara, bahkan benua. Sehingga ideologi yang bertentangan dengan Pancasila begitu mudah masuk ke Indoneisa dan dengan cepat menginfiltrasi di berbagai sektor.

Data yang dirilis oleh LIPI (2016) tentang merebaknya radikalisme di kalangan pemuda senada dengan laporan penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (Pusakom UI) pada 2014.

Penelitian itu melaporkan pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 2005. Dimana, pada 2014 mencapai angka 88,1 juta netizen atau 34,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka 252,4 juta jiwa.

APJII dan Pusakom UI juga menjelaskan, sebanyak 49 persen pengguna internet adalah mereka yang rentan umurnya antara 18 tahun hingga 25 tahun. Dimana, 87 persen dari meraka menggunakan media sosial (medsos) ketika terkoneksi dengan jaringan internet.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa penyebaran paham radikalisme pada kelompok pemuda melalui media sosial sangatlah massif. Hal ini dibuktikan dengan temuan Twitter (2014) yang mengejutkan, bahwa ISIS telah membuat 700 ribu akun Twitter dan terkoneksi dengan berbagai kelompok teroris di belahan dunia. Inilah kemudian yang membuat perusahaan Twitter mengawasi secara ketat adanya konten-konten yang dinilai berisikan agenda terosisme.

Untuk meneyebut beberapa contoh, berbagai aksi terorisme di Indonesia seperti bom Mega Kuningan (2009), bom Solo (2011) dan bom Thamrin (2016) para pelakunya adalah anak-anak muda yang usianya tidak lebih dari 30 tahun. Bahkan, tidak sedikit anak-anak muda dari Indonesia berangkat ke Suriah dalam rangka bergabung dengan ISIS.

Sebuah Upaya
Nah, beberapa fakta yang disebut di atas akan menjadi batu penghalang usia produktif menuju generasi engine of growth maupun source of growth jika tidak disikapi dengan seksama. Dengan demikian, kita harus optimisme menyiapkan langkah-langkah guna mewujudkan Indonesia sebagai negara maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.

Karenanya, pemuda sebagai bagian dari negara sudah sepatutnya memahami bagaimana Indonesia sejatinya. Pemahaman keislaman dan keindonesian menjadi dua hal penting yang perlu dikuasi. Keduanya adalah akar, sehingga kelompok pemuda tidak mudah menerima hadirnya informasi di media sosial (medsos) yang telah menjadi lahan penyebaran paham radikalisme. Pemuda harus melek media dengan selalu mengonfirmasi atau menyaring setiap berita yang diterima. Bermedia secara cerdas adalah cara menangkal radikalisme yang marak di media.

Pemahaman yang benar dalam berpolitik menjadi hal penting agar pemuda tidak apriori melihat kondisi negara. Keterlibatan pemuda dalam politik menjadi sangat penting di tengah kondisi yang kian kalut. Karena hadirnya generasi millennial dan bonus demografi merupakan bukti bahwa pemuda memiliki tanggung jawab dan peran besar dalam kaitannya menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

Tentunya, peran tersebut tidak akan berjalan tanpa dukungan pihak-pihak lain. Karenanya, agar peran tersebut massif, pemerintah bersama-sama kelompok lainnya harus hadir dengan memberikan ruang sekaligus peran terhadap kaum muda.  Jika generasi millennial adalah tonggak awal mencapai bonus demografi, maka tidak ada pilihan lain selain menempatkan pemuda dalam ruang-ruang strategis.

Melalui ide-ide kreatif dan inovatif yang tersalurkan itulah, pemuda akan membawa perubahan bagi Indonesia – duduk sejajar, bahkan di atas negara-negara maju sekalipun. []

No comments:

Powered by Blogger.