Catatan Kongres PMII XIX, Bersejarah Sekaligus Menyedihkan

Arena Kongres PMII XIX di Sou Roja, Palu.
KONGRES XIX Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berlangsung di Palu, Sulawesi Tengah (15-17 Mei 2017) menjadi Kongres bersejarah. Kongres kali ini merupakan kali kedua yang dihadiri orang nomor satu di Indonesia. Setelah sebelumnya, Kongres 1 PMII dihadiri oleh Sang Proklamator, Presiden Soekarno pada tahun 1963.

Sepatutnya momen bersejarah ini menjadi forum yang mampu menciptakan sejarah pula. Kehadiran Presiden Jokowi harus menjadi energi positif bagi PMII untuk merumuskan kembali arah gerakannya. Kehadiran Jokowi menegaskan bahwa PMII adalah salah satu aset penting yang dimiliki Indonesia.

Sebagai pimpinan, Aminudin Ma’ruf boleh berbangga hati. Di momen terakhir masa jabatannya, ia telah membuat forum Kongres yang bersejarah. Lalu, apakah cukup kehadiran Jokowi di Kongres menjadi legitimasi bahwa kepemimpinan Aminudin Ma’ruf khusnul khotimah? Jawabannya, tentu saja tidak. Kenapa? Karena hal menyedihkan sekaligus mengecewakan telah dilakukannya.

Baca juga:

Ke(tidak)jelasan PB-PMII

Indahnya ber-PMII

Kacang Lupa Kulitnya
Pada saat Jokowi menaiki panggung dan menabuh beduk untuk membuka Kongres XIX PMII, Aminudin tidak mengajak salah satu seniornya untuk mendampingi Presiden di atas panggung. Padahal, sudah sewajarnya Aminudin mengajak Ketua Majelis Pembina Nasional (Mabinas) PB PMII, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menemani Jokowi menabuh beduk. Sebagai Ketua Mabinas, Cak Imin pun tidak dikasih sambutan.

Selanjutnya, pengalihan sambutan yang seharusnya diisi oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Pengurus Besar Alumni PMII (IKA-PMII), Hanif Dhakiri. Sambutan itu secara mendadak diurungkan oleh pihak panitia. Kemudian, sambutan tersebut diganti oleh Ketua Umum DPP Hanura, Oesman Sapta Odang.

Kemudian, dalam sambutannya, Aminudin Ma’ruf sama sekali tidak menyebut nama Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi. Padahal, diakaui atau tidak, Imam Nahrawi memiliki dedikasi besar dalam pembangunan kantor PB PMII, Graha Mahbub Djunaidi yang diresmikan diakhir masa jabatan AMinudin.

Baca juga: PMII, NU dan Desa

Pada forum terpisah, di Pondok Pesantren Al Khairaat, Imam Nahrawi dalam sambutannya pada acara #PemudaMengaji menyindir Aminudin dengan membaca do’a untuk orang mati, allohummagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu, semoga amal ibadah ketua umum PB-PMII diterima di sisi-Nya.

Ya, sudah sewajarnya internal PMII memperdebatkan ini. Bagaimanapaun, apa yang dilakukan Aminudin ibarat kacang lupa kulitnya. Kehadiran Presiden Jokowi dan beberapa tokoh nasional lainnya telah membuat Aminudin seolah lupa pada pendahulunya. Menyedihkan, memang.

Baca juga:

Menyoal Reposisi Gerakan PMII

PMII, Berkhidmat Untuk Negeri

Darurat Etika
Sambutan Aminudin menyatakan bahwa Sulawesi Tengah adalah tanah pusat Islam radikal. Menurutnya, itulah alasan kenapa PMII melaksanakan Kongres ke-19 di Palu. Sekilas, ungkapan Aminudin terlihat keren dan menggelegar. Tapi, apa yang telah ia lakukan telah menyayat hati masyarakat Sulawesi Tengah – masyarakat yang dengan terbuka dan senang hati menerima PMII melaksanakan Kongres di daerahnya.

Tidak hanya kalangan PMII yang menilai bahwa Aminudin melakukan statemen tak mendasar dan gegabah. Di luar PMII, khususnya masyarakat Sulawesi Tengah, jelas tersinggung dengan ucapan Aminudin tersebut. Gubernur Sulawesi Tengah pun mengatakan bahwa yang diucapkan Ketua Umum PB PMII telah melukai hati masyarakat dan mendesak agar Aminudin meminta maaf secara terbuka.

Sayangnya, Aminudin sepertinya tidak mau menyadari, bahwa apa yang telah diucapkannya adalah kesalahan. Beberapa orang kepercayaannya justeru menuding semua yang terjadi adalah permainan media. Media dituding sengaja melakukan pemelintiran karena kepentingan-kepentingan tertentu. Padahal, kutipan sambutan Aminudin ditulis lengkap dan jelas tanpa ada pemotongan satu huruf pun.

Ya, sepertinya Aminudin tidak menyadari bahwa dirinya adalah pimpinan di PMII. Jadi, apa yang dikatakan tidak boleh sembarangan. Kalaupun apa yang diucapkannya itu di luar kendali, minta maaf adalah cerminan seorang pemimpin yang luar biasa. Sayang, keduanya ia abaikan. Aminudin tidak segera meminta maaf.

Akhirnya, pada purna kepemimpinanya yang bersejarah, Aminudin membuat kisah yang menyedihkan. Keluarga besar PMII telah dibuat kecewa dan terluka atas sikapnnya. []

Baca juga:

Saatnya PMII Kembali Ke Pangkuan NU

Menimbang Kembalinya PMII Menjadi Banom NU

No comments:

Powered by Blogger.