Menanti Duet Jokowi-Muhaimin
durspasi |
POLITIK selalu hadir dengan
kejutan-kejutan. Yang menarik, dalam satu dekade terakhir, Jokowi selalu hadir
sebagai kejutan itu sendiri. Sukses memimpin Solo, ia langsung terpilih sebagai nahkoda di ibu
kota. Pengabdiannya belum paripurna, Jokowi pun melenggang ke istana sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Kehadiran Jokowi yang sederhana dan gemar
blusukan telah menyita simpati rakyat. Pengusaha
membel itu seperti tak punya beban, begitu mudah ia
melewati tangga demi tangga kepemimpinan.
Bahkan, bursa politik hari ini masih menempatkan namanya sebagai primadona.
Rasanya belum ada lawan yang sepadan
bertarung di Pilpres mendatang. Kalau pun ada, kemungkinan menangnya sangat
kecil. Hingga saat ini, hanya nama Prabowo Subianto yang dinilai
layak bertarung dengan Jokowi. Hampir bisa dipastikan
Jokowi masih akan terpilih di Pilpres tahun depan.
Pendaftaran
calon presiden (capres) kian dekat, partai-partai
koalisi mulai merapat, posisi
Jokowi pun semakin kuat. Dukungan demi dukungan agar Jokowi memimpin Indonesia
dua periode sudah bertebaran. Pelbagai gerakan dibentuk untuk menyuarakan bahwa
Jokowi masih layak melanjutkan pengabdiannya.
Pantas
saja jika kemudian ramai diperbincangkan; siapa cawapres idaman yang layak
mendampingi Jokowi tahun depan? Tentu saja posisi yang hari ini diisi Jusuf
Kalla tengah diincar oleh berbagai kalangan, terutama kader-kader terbaik dari
partai koalisi. Hanya Surya Paloh yang menyatakan dukungan kepada Jokowi tanpa embel-embel. Artinya, pada Pilpres 2019,
Nasdem tidak menyodorkan kader terbaiknya untuk disandingan dengan Jokowi.
Hanura
memunculkan nama Wiranto, di PPP ada Romahurmuzy dan Golkar juga berharap Ariel
Hartanto dipinang. Bahkan, di PDI-P sendiri sebagai pimpinan koalisi memunculkan nama Puan Maharani.
Belum lagi nama-nama lain dari kalangan profesional yang menurut publik layak
mendampingi Jokowi melanjutkan kepemimpinannya.
Nama Agus Harimurti
Yudhoyono (AHY) juga mulai
dikaitkan. Demokrat sepertinya hendak merapat, mungkin waktunya belum tepat.
Masih ada PAN yang tentu saja siap menawarkan nama Zulkifli Hasan. Namun begitu, semuanya belum terang dan terkesan memilih
aman.
Di satu sisi, Jokowi diuntungkan
dengan banyaknya pilihan tentang siapa yang akan mendampinginya bertarung di
pemilu tahun depan. Di lain sisi, Jokowi harus benar-benar penuh pertimbangan
menentukan pendampingnya. Di level ini, komunikasi politik Jokowi sangat
menentukan. Artinya, selain restu Megawati sebagai ketua umum partai yang
mengusungnya, Jokowi berhak menentukan pasangannya sendiri. Jika menyaksikan enjoy-nya naik motor yang sekilas mirip
Dilan, rasanya Jokowi sudah mengantongi nama pendampinya.
Baca juga: Keterlibatan Pemuda dalam Pemilukada
Manuver Muhaimin Iskandar
Ada
yang menarik dari bursa berebut calon
wakil presiden (cawapres), yaitu munculnya nama ketua umum partai
besutan Gus Dur, Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Jauh sebelumnya, Cak
Imin sudah muncul sebagai sosok yang diidealkan menjadi cawapres masa depan.
Berbagai kampanye telah dilakukan, dari sepanduk yang menghiasi jalan di
seluruh penjuru Nusantara, safari dari tempat satu ke tempat yang lain hingga
berdialog dengan komunitas-komunitas yang ada di Indonesia. Puncaknya, Cak Imin
pun secara blak-blakan mengatakan
bahwa dirinya adalah orang yang siap
dan tepat mendampingi Jokowi.
Berebut
cawapres memang hal baru dalam dunia politik, lebih-lebih itu dilakukan oleh
ketua umum partai. Banyak yang menilai politik semacam ini justru meruntuhkan
martabat partai. Jadi, apa yang dilakukan Cak Imin dinilai sebatas haus
kekuasaan dan caper. Pun akhirnya, tak sedikit yang
menanyakan kenapa ambisi politiknya cuma ingin jadi cawapres, semestinya
seorang ketua umum menawarkan diri sebagai capres.
Menariknya,
serangan demi serangan yang dilancarkan tak membuat Cak Imin mengubah niatnya.
Hari demi hari Cak Imin semakin percaya diri bahwa ia akan dipilih oleh Jokowi
untuk mendampinginya.
Hari ini, beberapa posko dukungan sudah resmi didirikan. Cak Imin seperti tidak
menyimpan keraguan sedikit pun. Lelaki yang mendapat gelar Panglima Santri itu
justru banjir dukungan. Diakui atau tidak, Cak Imin sudah melangkah lebih dulu
daripada nama-nama lain yang digadang-gadang juga akan mendampingi Jokowi.
Baca juga: Pilkada dan Kualitas Pemimpin
Lantas,
apakah Jokowi akan melabuhkan pilihannya pada Cak Imin? Ini pertanyaan penting
yang tidak cukup dijawab dengan manuver-manuver yang telah dilakukan. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, sudah barang tentu Cak Imin harus melengkapi apa
yang dibutuhkan Jokowi agar terpilih kembali.
Ada
beberapa hal kenapa duet Jokowi-Cak Imin ini menarik ditunggu. Pertama, loyalitas. Saya kira, Jokowi
sudah tahu betul bagaimana PKB menjadi teman koalisi di pemerintahan. Pada
level ini, Jokowi harus mengakui bahwa PKB satu-satunya partai yang setia
mendukung dan mensukseskan program Jokowi di pemerintahan.
Kedua, santri. Sadar atau
tidak, Jokowi membutuhkan wakil yang berasal dari kalangan agamis, seorang
santri adalah pilihan yang tepat. Di tengah isu politik yang kerap
bersinggungan dengan agama, Cak Imin sebagai tokoh dari kalangan santri akan
menjadi peredam terhadap isu-isu yang ada. Ketiga,
kekuatan ide. Ada yang menarik dari tawaran ide Cak Imin, yaitu Soedurisme.
Ide yang dihasilkan dari perkawinan pemikiran Soekarno dan Gus Dur itu menarik
ditunggu sepak terjangnya. Seperti kita ketahui, Soekarno dan Gus Dur aset emas
yang pernah dimiliki Indonesia.
Keempat, elektoral. Tentu
saja, elektoral akan selalu menjadi pertimbangan Jokowi menentukan wakilnya.
Dalam politik, hal semacam ini lumrah. Pertanyaannya kemudian apakah Cak Imin
bisa memberi suntikan elektoral jika mendampingi Jokowi? Ada satu hal penting
selain suara PKB yang berkisar 11 juta itu,
yakni dukungan-dukungan para kyai. Bahkan, kabar terbaru, sudah ada ratusan
kyai dan ulama memberikan
restu kepada Cak Imin. Tentu ini harus dipertimbangkan secara serius oleh
Jokowi.
Dengan
demikian, menarik kita nanti duet Jokowi-Cak Imin di pilpres mendatang. Paling
tidak Jokowi sudah punya pertimbangan. Ibarat cuaca, Jokowi paham betul kalau
besok (pilpres) itu musim hujan. Nah,
Cak Imin sudah terang membawakan payung dan mantel. Sedang yang lain masih
berdebat; kira-kira Jokowi butuh payung dan mantel model apa.
Namun,
pilihan tetap ada di Jokowi; mau basah-basahan kemudian pilek, masuk angin,
sakit kepala dan lain sebagainya. Atau, mau menerima payung dan mantel yang
dibawakan Cak Imin sehingga sampai istana aman-aman saja dan bisa langsung
menyerup kopi. Sekian. []Baca juga:
Mencari Pemimpin di Pilkada Serentak
Menjaring Pemimpin (Tanpa) Cela
Saunesia, Sebuah Takdir Diplomatik?
No comments:
Post a Comment